Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Sebagian fraksi di Komisi XI DPR RI memberikan catatan khusus terhadap skema PPN multitarif sebesar 5% hingga 25% yang diusulkan oleh pemerintah pada RUU KUP.
Dari 9 fraksi di Komisi XI DPR RI, hanya Fraksi Golkar, PKS, dan PDIP yang memberikan catatan khusus dan pandangan kepada pemerintah atas skema PPN multitarif tersebut.
"Mohon penjelasan dari pemerintah terhadap perubahan PPN dari single-tariff PPN menjadi multitarif PPN terhadap efisiensi dan distorsi ekonomi, dampaknya terhadap biaya administrasi dan kepatuhan, serta kesiapan administrasi perpajakan," tulis Fraksi PDIP pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUP, dikutip Senin (27/9/2021).
Fraksi PKS sebenarnya cenderung mendukung klausul PPN mulitarif yang diusulkan pemerintah. Hanya saja, Fraksi PKS mengusulkan range tarif hanya di rentang 5% hingga 15%, tidak mencapai 25% sebagaimana yang diusulkan pemerintah.
Adapun Fraksi Golkar memandang skema PPN multitarif belum perlu dilakukan. Menurut Fraksi Golkar, PPN multitarif memiliki potensi memberatkan tugas wajib pajak dalam memungut dan menyetorkan PPN.
"Dengan satu tarif PPN saat ini saja sudah banyak terjadi sengketa objek PPN, apalagi dengan tarif PPN yang berbeda dengan berbagai jenis BKP/JKP," tulis Fraksi Golkar.
Fraksi Golkar juga mengkhawatirkan potensi restitusi yang timbul akibat perbedaan tarif PPN. "Ada kemungkinan juga wajib pajak yang menjual BKP/JKP dengan tarif rendah namun pajak masukan menggunakan tarif yang lebih tinggi sehingga akan ada potensi pengajuan restitusi PPN," tulis Fraksi Golkar.
Sementara fraksi-fraksi yang tidak memberikan catatan khusus terhadap skema PPN multitarif antara lain Fraksi Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP.
Untuk diketahui, salah satu alasan pemerintah mengusulkan skema PPN multitarif pada RUU KUP adalah untuk menciptakan sistem PPN yang lebih berkeadilan.
Sejumlah barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak, rencananya akan dikenai tarif PPNÂ lebih rendah dari tarif umum. Sedangkan barang yang tergolong mewah akan dikenai tarif yang lebih tinggi.
Pengenaan PPN multitarif juga menjadi solusi atas ketentuan PPN di Indonesia saat ini yang masih mengandung banyak pengecualian dan memunculkan distorsi, serta menimbulkan ketimpangan kontribusi pajak antarsektor. (sap)