KEBIJAKAN PAJAK

Berisiko Tinggi, WP PT yang Belum Diaudit Bisa Diperiksa DJP

Muhamad Wildan
Selasa, 07 September 2021 | 13.15 WIB
Berisiko Tinggi, WP PT yang Belum Diaudit Bisa Diperiksa DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak perseroan terbatas (PT) dengan omzet atau aset di atas Rp50 miliar cenderung memiliki risiko kepatuhan lebih rendah bila laporan keuangannya telah diaudit akuntan publik.

Hal itu terungkap melalui catatan Ditjen Pajak (DJP) atas data tahun pajak 2019. Data tersebut menunjukkan wajib pajak badan berbentuk PT yang laporan keuangannya belum diaudit memiliki kecenderungan untuk ditetapkan sebagai wajib pajak berisiko tinggi oleh compliance risk management (CRM) pemeriksaan dan pengawasan.

"Ada 65% wajib pajak risiko tinggi yang belum dilakukan audit. Boleh jadi mereka ini ada kesalahan di sana karena ketidakmengertian atau mungkin kesengajaan," ujar Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto, Selasa (7/9/2021).

Berdasarkan analisis CRM pemeriksaan dan pengawasan atas data tahun pajak 2019, 65% PT yang dikategorikan sebagai wajib pajak berisiko tinggi adalah PT yang laporan keuangannya belum diaudit. Adapun 35% PT yang dikategorikan sebagai wajib berisiko tinggi oleh CRM adalah PT yang laporan keuangannya sudah diaudit.

Artinya, wajib pajak PT yang laporan keuangannya tidak diaudit memiliki risiko kepatuhan 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak PT yang laporan keuangannya sudah diaudit.

Sebagaimana yang diatur oleh Pasal 68 ayat (1) huruf f UU 40/2007 tentang PT, korporasi harus menyerahkan laporan keuangan kepada akuntan publik bila memiliki aset dan/atau omzet dengan jumlah paling sedikit sebesar Rp50 miliar.

Sayangnya, masih terdapat banyak PT yang belum menyerahkan laporan keuangannya kepada akuntan publik untuk diaudit meski PT yang dimaksud telah memiliki aset atau omzet di atas Rp50 miliar.

"Kita tadi melihat, untuk yang risiko tinggi lebih banyak yang belum diaudit. Ada korelasi positif menunjukkan yang sudah diaudit lebih mendekati kepatuhan dalam konteks populasi [wajib pajak] di atas Rp50 miliar," ujar Dasto.

Dengan adanya laporan keuangan dan laporan auditor independen maka potensi terjadinya koreksi fiskal atas laporan keuangan wajib pajak dapat dikurangi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
raihan
baru saja
jadi jika belum diaudit banyak yg tidak membayay pajak ya? sangat bermanfaat terimakasih 😊😊
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
lihat https://www.academia.edu/28814612/The_Culture_of_Tax_Avoidance?email_work_card=reading-history
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
Secara teory si "kaya" lebih banyak melakukan Tax Planning yang sedikitnya melkk "Tax Avoidance.".. mungkin itu suatu dpt diterima..dan dianggap bukan ilegal. Orang menegah yang tidak cukup dana untuk merekayasa system maka mrk sering dikatakan melanggar ktt perpajakan.. namun disisi lain perlu kecerdasan pemeriksa/peneliti pajak (fiskus) untuk lbih cermat lagi. ..