BERITA PAJAK SEPEKAN

Isu Terpopuler: Aturan PPh Final Bunga Obligasi dan Pita Cukai Digital

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 28 Agustus 2021 | 08.00 WIB
Isu Terpopuler: Aturan PPh Final Bunga Obligasi dan Pita Cukai Digital

Seorang petugas kebersihan melintasi layar digital pergerakan saham di Jakarta, Rabu (28/7/2021). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,14 persen menjadi 6.088,52. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Sinyal kuat dari pemerintah untuk segera mengundangkan peraturan pemerintah (PP) mengenai PPh atas bunga obligasi menjadi salah satu topik terpopuler pekan ini, 23—27 Agustus 2021. 

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan mengatakan beleid tersebut akan ditetapkan pada Agustus 2021.

"Masih on schedule akan diterbitkan di bulan Agustus ini," ujar Deni ketika dikonfirmasi, Selasa (24/8/2021).

Saat ini tarif PPh final atas bunga obligasi yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri adalah sebesar 15%, sedangkan tarif PPh Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak luar negeri hanya sebesar 10%.

Tarif PPh Pasal 26 menurun dari 20% menjadi 10% terhitung sejak Agustus 2021 melalui penerbitan PP 9/2021, sebagai aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Rencananya, dengan penerbitan PP baru, tarif PPh final bunga obligasi bagi wajib pajak dalam negeri turun dari 15% ke 10%.

Selain topik di atas, kabar tentang rencana pemerintah menerapkan pita cukai digital sebagai pengganti pita cukai konvensional juga berhasil menarik perhatian pembaca.

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pita cukai yang dilekatkan pada barang kena cukai saat ini sudah aman. Namun, DJBC akan berupaya memastikan penempelan pita cukai semakin aman dan murah.

"Kami terbuka karena digital atau teknologi ke depan akan lebih canggih dan murah, tetapi kami ujungnya akan bicara efisiensi," katanya melalui konferensi video, Jumat (27/8/2021).

Nirwala mengatakan terdapat 3 macam bentuk pelunasan pita cukai antara lain pembayaran langsung, pelekatan pita cukai, dan pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.

Mengenai pita cukainya, saat ini DJBC menggunakan pita berbahan kertas khusus atau security paper dan dilengkapi hologram. Tinta dalam pencetakan pencetakan pita cukai juga khusus, tetapi bukan yang selama ini digunakan untuk mencetak uang.

Nirwala menilai pita cukai yang berlaku selama ini sudah tergolong aman dan efisien. Pita tersebut tidak bisa dipalsukan dan biaya pencetakannya jauh lebih murah dari penerimaan cukai. Ongkos cetak pita cukai berkisar Rp300 miliar-Rp400 miliar per tahun.

Berikut 5 berita pajak terpopuler lain dalam sepekan terakhir:

1. Tersedia Fitur e-SPOP di DJP Online, Sudah Tahu?
Ditjen Pajak (DJP) sudah menyediakan fitur layanan e-SPOP pada laman DJP Online.

Untuk memanfaatkan e-SPOP, wajib pajak harus terlebih dahulu melakukan aktivasi fitur layanan di menu Profil DJP Online. Aktivasi dilakukan dengan mencentang kotak ‘e-SPOP’. Setelah itu, aplikasi atau fitur tersebut akan tersedia di menu Lapor pada DJP Online.

Karena disediakan DJP, aplikasi e-SPOP ini berlaku untuk objek pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (PBB-P3). 

Dalam fitur layanan e-SPOP, otoritas menyediakan tautan untuk mengunduh seluruh format file sesuai dengan sektor PBB-P3.

2. Cegah Data Wajib Pajak Disalahgunakan, DJP Lakukan Langkah Ini
DJP memiliki banyak proses bisnis untuk memastikan data wajib pajak tidak sampai bocor atau disalahgunakan.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan otoritas menghimpun banyak data wajib pajak, baik internal maupun pihak ketiga. Menurutnya, tata kelola akses dan penggunaan data sudah disiapkan oleh otoritas.

Tata kelola data diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No.878/KMK.01/2019 tentang Tata Kelola Data di Lingkungan Kemenkeu. Lalu, diterbitkan juga surat edaran Dirjen Pajak No.SE-30/PJ/2019 tentang Kebijakan Tata Kelola Kewenangan Akses Data Perpajakan DJP.

3. Tambah Jenis PNBP, Kemenkeu Terbitkan PMK Baru
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menambah tiga jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baru seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 112/2021.

Tiga jenis PNBP tersebut antara lain penjualan buku pada bidang keuangan negara, pendaftaran International Forum of Independent Audit Regulatory Inspection Workshop (IFIAR IW), dan penyediaan ruang promosi pada digital platform di lingkungan Kemenkeu.

"Dalam PP 3/2018 ... sebagaimana telah diubah dengan PP 62/2020 ... belum diatur jenis dan tarif PNBP berupa penjualan buku pengetahuan, pendaftaran peserta IFIAR IW, dan penyediaan ruang promosi di sistem elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan," bunyi bagian pertimbangan PMK 112/2021.

Kemenkeu menetapkan tarif PNBP atas royalti dari penjualan buku Kemenkeu yang diterbitkan oleh pihak lain serta konsinyasi dari pihak lain atas penjualan buku yang diterbitkan oleh kementerian yang saat ini dipimpin Sri Mulyani.

Tarif PNBP yang dikenakan atas royalti penjualan buku Kemenkeu ditetapkan sebesar 10% dan tarif PNBP atas konsinyasi atas penjualan buku Kemenkeu mencapai 60%.

4. Kartu NPWP Hilang? Wajib Pajak Bisa Pakai Fitur Ini
Jika kehilangan kartu NPWP dan belum sempat mencetak ulang, wajib pajak dapat memanfaatkan NPWP elektronik.

Sejak November 2020, DJP sudah menyediakan fitur baru berupa pengiriman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) elektronik. Fitur tersebut sudah tersedia di DJP Online. Fitur ini bisa dimanfaatkan wajib pajak yang kehilangan kartu NPWP.

“Jika tidak sempat mencetak ulang kartu NPWP, tak apa. Selain kartu fisik, NPWP saat ini tersedia dalam wujud elektronik yang bisa #KawanPajak gunakan,” ujar DJP melalui sebuah unggahan di Instagram.

Nantinya, NPWP elektronik dikirimkan ke surat elektronik (surel) atau email wajib pajak. Fitur tersebut tersedia pada menu Informasi yang ada pada DJP Online. 

Dengan fitur ini, ketika membutuhkan NPWP elektronik untuk disalin atau dicetak, wajib pajak tinggal mengecek pada email.

5. Puluhan Ribu Wajib Pajak Manfaatkan Diskon Angsuran PPh Pasal 25
Pemerintah mencatat puluhan ribu wajib pajak telah memanfaatkan insentif pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 hingga 20 Agustus 2021.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemberian insentif diskon angsuran PPh Pasal 25 menjadi bagian dari insentif usaha pada program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021. Dalam paparannya, terdapat data 58.441 wajib pajak yang memanfaatkan insentif tersebut.

"Pengurangan angsuran PPh 25 untuk 58.441 WP," bunyi paparan Sri Mulyani.

Sri Mulyani melalui PMK 82/2021 mengatur perpanjangan pemberian insentif pajak, termasuk diskon angsuran 50% PPh Pasal 25, hingga Desember 2021 dari semula berakhir Juni 2021. Insentif tersebut diberikan kepada wajib pajak pada 216 klasifikasi lapangan usaha (KLU). (sap)
 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.