Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama memaparkan materi dalam National Tax Summit yang digelar PKN STAN, Sabtu (17/7/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pemberlakuan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) akan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan ekonomi setelah terjadinya pandemi Covid-19.
Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mengatakan masalah waktu pemberlakuan kebijakan juga akan dibahas pemerintah dan DPR. Kondisi masyarakat, kegiatan usaha, dan ekonomi yang masih terdampak pandemi Covid-19 akan menjadi pertimbangan.
“Kita lihat nanti apakah di 2022 atau 2023 ini [revisi UU KUP] akan diberlakukan atau nanti secara bertahap seperti apa. Tentunya pemerintah dan DPR akan memutuskan yang terbaik bagi negara kita,” ujarnya dalam National Tax Summit yang digelar PKN STAN, Sabtu (17/7/2021).
Hestu menegaskan kembali pemberlakuan kebijakan tidak akan langsung bersamaan dengan waktu disahkannya revisi UU KUP. Sejumlah aspek yang diusulkan masuk dalam revisi UU KUP merupakan bagian dari kerangka kebijakan jangka menengah.
Menurut Hestu, RUU KUP yang masih dibahas dengan DPR saat ini merupakan bagian dari kerangka reformasi perpajakan di bidang kebijakan (policy). Pemerintah melakukan terobosan dalam bentuk omnibus sehingga usulan kebijakan juga menyangkut UU lainnya.
“Karena kalau kita harus mengubah masing-masing undang-undang – KUP sendiri, PPh sendiri, PPN sendiri, cukai sendiri – mungkin kita membutuhkan waktu yang lebih panjang dan kita akan kehilangan momen,” imbuh Hestu.
Hestu memaparkan materi dalam RUU KUP terbagi menjadi 6 kelompok besar. Pertama, perubahan materi UU KUP. Kedua, perubahan materi UU PPh. Ketiga, perubahan materi UU PPN. Keempat, perubahan materi UU Cukai berupa penambahan barang kena cukai. Kelima, pengenaan pajak karbon. Keenam, program peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Dalam acara bertajuk Optimalisasi Kebijakan dan Perluasan Basis Pajak dalam Rangka Meningkatkan Penerimaan Negara tersebut, Hestu menjelaskan beberapa materi perubahan UU KUP yang sudah diusulkan kepada DPR.
Perubahan yang diusulkan mencakup asistensi penagihan pajak global; kesetaraan dalam pengenaan sanksi dalam upaya hukum; tindak lanjut putusan MAP; penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, PTE; serta penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remedium.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan mengenai perubahan materi dalam UU PPh, khususnya pengaturan kembali fringe benefit serta perubahan tarif dan bracket PPh OP.
Yustinus juga menjelaskan perubahan materi dalam UU PPN. Adapun perubahan materi itu mencakup pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN; pengenaan PPN multitarif; serta kemudahan dan kesederhanaan PPN (PPN final).
Dia juga menjelaskan sifat RUU KUP yang diusulkan pemerintah kali ini adalah omnibus sehingga berisi beberapa bidang atau jenis pajak. Pemerintah ingin memanfaatkan momentum untuk membangun sistem pajak yang lebih baik.
Dalam acara itu pula, Kepala Subdirektorat Penyuluhan Perpajakan DJP Inge Diana Rismawati hadir untuk memaparkan materi perubahan UU PPh. Materi perubahan mencakup pengaturan kembali fringe benefit; perubahan tarif dan bracket PPh OP; penyesuaian insentif wajib pajak UKM dengan omzet ≤ 50M (Pasal 31E UU PPh); serta penerapan alternative minimum tax (AMT).
Inge juga menjabarkan program peningkatan kepatuhan wajib pajak berupa pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kewajiban pajak secara sukarela. Sejumlah ulasan mengenai materi perubahan dalam revisi UU KUP dapat disimak di sini. (kaw)