Ilustrasi. Kantor Pusat DJP.
JAKARTA, DDTCNews — Melalui PMK 18/2021, pemerintah kembali menegaskan penurunan besaran sanksi denda terkait dengan permohonan penghentian penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44B UU KUP yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.
Ketentuan dalam Pasal 44B tersebut pada intinya mengatur tentang wewenang menteri keuangan untuk meminta jaksa agung menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan demi kepentingan penerimaan negara.
Adapun permintaan itu dilakukan setelah wajib pajak mengajukan permohonan kepada menteri keuangan. Merujuk pada Pasal 3 ayat (1) PMK 55/2016 s.t.d.d. PMK 18/2021 wajib pajak dapat mengajukan permohonan tersebut setelah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar/pajak yang tidak seharusnya dikembalikan
“... dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan,” bunyi penggalan Pasal 3 ayat (1) PMK 55/2016 s.t.d.d. PMK 18/2021, dikutip pada Jumat (4/3/2021).
Apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, besaran sanksi denda tersebut lebih kecil. Pada ketentuan sebelumnya, sanksi denda atas permohonan penghentian penyidikan ditetapkan sebesar 4 kali lipat dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar/yang tidak seharusnya dikembalikan.
Perubahan besaran sanksi tersebut sebelumnya juga telah diatur dalam pasal 44B ayat (2) UU KUP yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja. Selain itu, perubahan besaran sanksi tersebut juga telah ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (2) PP 74/2011 s.t.d.d. PP 9/2021.
Selain menyesuaikan besaran sanksi, melalui PMK 18/2021, pemerintah menambahkan Pasal 11A dalam PMK 55/2016. Adapun tambahan pasal tersebut mengatur tentang bentuk dan cara penyampaian dokumen terkait dengan penghentian penyidikan.
Mengacu pada Pasal 11 PMK 55/2016, dokumen tersebut berupa surat permohonan penghentian penyidikan dari wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PMK 55/2016. Dokumen itu juga dapat berupa atau surat penolakan permohonan penghentian penyidikan dari menteri keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) PMK 55/2016.
Berdasarkan pada pasal 11A ayat (1) PMK 55/2016 s.t.d.d. PMK 18/2021 dokumen terkait penghentian penyidikan itu dapat dibuat secara elektronik dan ditandatangani secara elektronik. Dokumen tersebut juga dapat dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara biasa.
Penyampaian dokumen tersebut dapat dilakukan melalui 3 cara atau saluran. Pertama, secara langsung. Kedua, melalui pos atau jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat. Ketiga, secara elektronik. (kaw)