Ilustrasi. Refleksi kaca deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (1/6/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memerinci ketentuan mengenai pengurus dari wajib pajak badan yang menjadi penanggung pajak dalam pelaksanaan penagihan pajak. Perincian tersebut tertuang dalam PMK 189/2020.
Penanggung pajak, sesuai ketentuan dalam PMK tersebut, adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
“Penagihan pajak dilakukan terhadap penanggung pajak atas wajib pajak orang pribadi atau penanggung pajak atas wajib pajak badan,” demikian bunyi penggalan Pasal 5 PMK yang berlaku sejak 27 November 2020 ini.
Adapun pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan dilakukan terhadap wajib pajak badan bersangkutan yang bertanggung jawab atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak serta pengurus dari wajib pajak badan.
Beleid tersebut selanjutnya menjabarkan mengenai pengurus yang menjadi penanggung pajak atas wajib pajak badan. PMK tersebut menjabarkan detail pengurus yang menjadi penanggung pajak dari 9 kategori wajib pajak badan.
Pertama, untuk perseroan terbatas, pengurus meliputi direksi; dewan komisaris; orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan, bertanggung jawab secara pribadi dan/atau renteng atas seluruh utang pajak dan biaya penagihan pajak; serta pemegang saham.
Kedua, untuk bentuk usaha tetap (BUT), pengurus meliputi kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, atau jabatan yang setingkat; perusahaan induk dari BUT; orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan; dan/atau pemilik modal bertanggung jawab secara proporsional berdasarkan porsi kepemilikan modal terhadap utang pajak.
Ketiga, untuk persekutuan komanditer, pengurus meliputi sekutu komplementer/sekutu aktif /sekutu pengurus; orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan; dan/atau sekutu komanditer/sekutu pasif bertanggung jawab atas utang pajak dan biaya penagihan pajak secara proporsional.
Keempat, untuk persekutuan perdata dan persekutuan firma, pengurus meliputi para sekutu; dan/ atau orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan. Kelima, untuk koperasi, pengurus meliputi pengurus; pengawas; dan/atau orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan.
Keenam, untuk yayasan, pengurus meliputi ketua atau jabatan yang setingkat; sekretaris; bendahara; pembina; pengawas; dan/atau orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan;
Ketujuh, untuk kerja sama operasi (joint operation), pengurus meliputi pimpinan atau jabatan yang setingkat; orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan; dan/atau pemilik modal bertanggung jawab atas utang pajak dan biaya penagihan pajak secara proporsional.
Kedelapan, untuk badan lainnya, pengurus meliputi pimpinan atau jabatan yang setingkat; orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan; dan/atau pemilik modal bertanggung jawab atas utang pajak dan biaya penagihan pajak secara proporsional.
Kesembilan, untuk satuan kerja instansi pemerintah, pengurus meliputi bendahara yang bersangkutan; pimpinan satuan kerja; dan/atau orang yang nyata-nyata berwenang mengambil keputusan. Perincian dari lebih lanjut setiap pengurus tersebut beserta tanggung jawabnya juga telah diuraikan dalam PMK 189/2020.
Adapun pelaksanaan tindakan penagihan pajak dilakukan terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan secara berurutan. Namun, urutan tersebut tidak berlaku apabila terjadi 7 hal sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (5). Simak pula artikel ‘Sri Mulyani Terbitkan PMK Baru Soal Penagihan Pajak’.
Beleid ini berlaku mulai 23 November 2020. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut PMK 24/ 2008 s.t.d.d. PMK 85/2010 dan KMK 563/2000. Simak pula artikel ‘PMK 189/2020 Terbit, Ini 8 Tindakan Penagihan Pajak’. (kaw)