Dewan Pembina Perkumpulan Praktisi & Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI) Thomas Sugijata dalam webinar bertajuk Transformasi Layanan dan Adaptasi Kebiasaan Baru, Rabu (2/12/2020). (foto: hasil tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews – Transformasi proses bisnis Ditjen Bea Cukai (DJBC) yang diamanatkan dalam rencana strategis (Renstra) 2020-2024 dinilai akan menghadapi banyak tantangan sehingga perlu disiapkan langkah antisipasi dari pemerintah.
Dewan Pembina Perkumpulan Praktisi & Profesi Konsultan Pajak Indonesia (P3KPI) Thomas Sugijata mengatakan reformasi dan transformasi layanan DJBC sudah wajib dilakukan guna mendukung kepentingan penerimaan dan mendukung dunia usaha.
"Reformasi menjadi kebutuhan karena sekarang masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat, transparan dan memberikan kepastian dari sisi regulasi dan waktu," katanya dalam webinar bertajuk Transformasi Layanan dan Adaptasi Kebiasaan Baru, Rabu (2/12/2020).
Thomas berharap perbaikan proses bisnis dalam arena kepabeanan dan cukai dapat dilakukan secara menyeluruh. Menurutnya, reformasi kelembagaan akan menjadi motor utama DJBC dapat bergerak cepat menghadapi tantangan era digitalisasi.
Dia mencontohkan tantangan nyata dari perkembangan digitalisasi di antaranya dokumen kepabeanan dari kegiatan e-commerce yang membludak. Setiap hari, rata-rata dokumen yang ditangani DJBC dari pelaku usaha e-commerce sekitar 160.000 dokumen.
Bila sistem DJBC tidak melakukan antisipasi dengan cepat, dikhawatirkan ledakan ekonomi digital akan menurunkan kinerja pelayanan otoritas. "Ini perlu diantisipasi dengan sistem digital agar pelayanan tidak melambat," ujarnya.
Selain itu, masih ada beberapa tantangan lain yang menanti otoritas dalam mencapai target yang diamanatkan dalam Renstra 2020-2024 antara lain seperti kemampuan sumber daya manusia DJBC dalam beradaptasi terhadap teknologi baru.
Tantangan lainnya, terbatasnya anggaran pemerintah karena masih fokus dalam penanganan pandemi dan mendukung pemulihan ekonomi sehingga berdampak belum optimalnya penerimaan perpajakan selama masa pemulihan ekonomi ini.
Ada juga tantangan bagaimana cara otoritas mengakomodir administrasi kepabeanan di tengah pola perdagangan internasional yang cepat berubah." Ini harus disikapi dengan penguatan transformasi kelembagaan sehingga gap dengan stakeholder bisa dikurangi," tutur Thomas. (rig)