INSENTIF PAJAK

Lihat Risiko Shortfall Pajak, Sri Mulyani Otak-Atik Lagi Pagu Insentif

Dian Kurniati
Kamis, 12 November 2020 | 14.21 WIB
Lihat Risiko Shortfall Pajak, Sri Mulyani Otak-Atik Lagi Pagu Insentif

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan materi terkait dengan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Adanya risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak 2020 membuat pemerintah mengotak-atik kembali pagu insentif dunia usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku telah mempersiapkan bantalan untuk risiko shortfall tersebut. Bantalan tersebut diambil dari pagu pos insentif dunia usaha yang hingga saat ini masih dipatok senilai Rp120,6 triliun. Akibatnya, pagu sejumlah insentif pajak berubah.

"Untuk yang ini kami memang ada bantalan untuk shortfall dari penerimaan pajak," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual, Kamis (12/11/2020).

Sri Mulyani mengatakan bantalan tersebut akan menahan shortfall penerimaan pajak tahun ini yang makin dalam. Apalagi, realisasi penerimaan pajak hingga September 2020 baru tercatat Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.

Realisasi penerimaan pajak tersebut, sambungnya, tercatat masih mengalami kontraksi 16,9%. Kontraksi penerimaan pajak tersebut bahkan lebih dalam dibandingkan dengan performa akhir bulan sebelumnya yang sebesar 15,6%.

Sri Mulyani lantas memerinci relokasi pagu pada pos stimulus insentif usaha yang senilai Rp120,61 triliun. Insentif pajak penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) senilai Rp9,73 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan dengan rencana awal Rp39,66 triliun.

Insentif PPh Pasal 22 impor kini senilai Rp13,39 triliun, lebih kecil dari rencana awal Rp14,75 triliun. Sementara diskon angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp21,59 triliun, lebih besar ketimbang rencana awal yang hanya Rp14,4 triliun.

Insentif restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat Rp7,55 triliun, lebih besar dari rencana awal Rp5,8 triliun. Sementara itu, penurunan tarif PPh badan Rp18,78 triliun, lebih kecil dari rencana awal Rp20,0 triliun.

Dengan beberapa pengurangan nilai insentif pajak, Sri Mulyani kini menambah beberapa stimulus pada pos insentif usaha, yakni pembebasan biaya abonemen listrik senilai Rp18,78 triliun dan insentif bea masuk ditanggung pemerintah (DTP) pada Kementerian Perindustrian Rp580 miliar.

Insentif usaha lainnya, yang kini diartikan sebagai bantalan, sebelumnya hanya disiapkan Rp26 triliun. Sekarang, pagunya mencapai Rp47,28 triliun.

Realisasi pemanfaatan insentif dunia usaha hingga 4 November 2020 tercatat Rp38,13 triliun. Realisasi tersebut setara 31,6% dari pagu atau 52% jika tidak memperhitungkan bantalan shortfall pajak. Sri Mulyani menegaskan akan terus mendorong pelaku usaha memanfaatkan berbagai insentif pajak tersebut.

"Shortfall atau bantalannya Rp47 triliun tapi alokasinya Rp120 triliun, berarti sekitar Rp80 triliun akan terus kami perlu realisasikan," ujarnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Daffa Abyan
baru saja
Untuk pemulihan ekonomi nasional, insentif perpajakan menjadi salah satu upaya untuk meringankan beban Wajib Pajak sehingga pertumbuhan ekonomi tetap terjadi, meskipun terjadi shortfall penerimaan pajak.