Chief Economist PT Danareksa (Persero) Moekti Prasetiani Soejachmoen (paling kiri bawah) dalam webinar Indonesia Development Forum 2020, Rabu (14/10/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)
JAKARTA, DDTCNews – Danareksa Research Institute (DRI) menyebutkan insentif pajak untuk menurunkan harga mobil baru tidak terlalu efektif mendorong masyarakat membeli mobil.
Chief Economist PT Danareksa (Persero) Moekti Prasetiani Soejachmoen mengatakan survei DRI menunjukkan hanya 27%—28% masyarakat yang ingin membeli mobil di tengah pandemi Covid-19, baik mobil baru maupun bekas.
Andai rencana insentif pajak diwujudkan, lanjutnya, hanya mengalihkan rencana masyarakat dari membeli mobil bekas menjadi mobil baru.
"Jadi sebenarnya memang dia sudah butuh mobil, tapi yang tadinya hanya mampu membeli mobil bekas, sekarang karena turun harga menjadi beli mobil baru," katanya dalam webinar Indonesia Development Forum 2020, dikutip Kamis (15/10/2020).
Moekti memerinci hasil surveinya. Dari 27%—28% responden yang ingin membeli mobil, sekitar 20% ingin membeli mobil baru dan 8% ingin membeli mobil bekas. Sementara itu, 73% responden menyatakan tidak berminat membeli mobil saat pandemi.
Jika harga mobil turun, sekitar 80% responden yang ingin membeli mobil bekas menyatakan mau beralih membeli mobil baru. Namun, mereka berharap penurunan harga dapat mencapai 25%—35% pada masing-masing kelas mobil.
Selanjutnya, responden yang awalnya tak berminat membeli mobil, sekitar 30% di antaranya menyatakan tertarik membeli mobil apabila terdapat penurunan harga atau diskon sekitar 25%—35% pada masing-masing kelas mobil.
"Ternyata, dengan penurunan harga pun peningkatan demand enggak terlalu banyak," ujar Moekti.
Dia menilai pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan insentif pajak untuk meningkatkan pembelian mobil baru. Di tengah era digitalisasi saat ini, mobil hanya menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan tersier masyarakat.
Apalagi, pandemi Covid-19 mengharuskan masyarakat tetap berada di rumah dan mobilitas orang berkurang. Situasi tersebut lantas menyebabkan kebutuhan masyarakat membeli mobil sangat rendah.
"Masih banyak kebutuhan lain yang perlu dipenuhi sebelum kita masyarakat membeli mobil," tutur Moekti.
Untuk diketahui, Kementerian Perindustrian mengusulkan pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan pajak pertambahan nilai (PPN) pada mobil baru kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mendorong pembelian mobil baru.
Tak hanya itu, Kemenperin juga meminta Kementerian Dalam Negeri mendorong pemerintah daerah membebaskan pajak daerah mobil baru seperti bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) dan pajak kendaraan bermotor (PKB). (rig)