KEBIJAKAN FISKAL

Tak Sampai 8,5%, Ini Proyeksi Pergerakan Tax Ratio Hingga 2024

Redaksi DDTCNews
Kamis, 01 Oktober 2020 | 16.47 WIB
Tak Sampai 8,5%, Ini Proyeksi Pergerakan Tax Ratio Hingga 2024

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu saat memaparkan materi dalam sebuah webinar. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Peningkatan tax ratio akan dilakukan secara bertahap sebagai bagian dari kebijakan fiskal jangka menengah.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan agenda pengamanan penerimaan pada tahun ini dan 2021 menjadi tantangan bagi otoritas fiskal. Pandemi Covid-19 membuat pemerintah menggelontorkan banyak kebijakan insentif bagi pelaku pelaku usaha.

"Tax ratio Indonesia mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Covid-19 diprediksi membuat tax ratio 2020 ada di 7,9% dengan banyaknya insentif," katanya dalam sebuah webinar, Kamis (1/10/2020).

Febrio menuturkan pekerjaan pemerintah untuk meningkatkan tax ratio menjadi bagian penting untuk keberlanjutan kebijakan fiskal sampai dengan 2024. Pada tahun depan, target rasio pajak sebesar 8,18% dari produk domestik bruto (PDB).

Selanjutnya, otoritas fiskal memproyeksikan tax ratio bergerak moderat pada 2022 dengan rentang sebesar 7,75—7,97%. Kemudian proyeksi tax ratio pada 2023 bergerak pada kisaran angka 7,76—7,99%. Tax ratio diproyeksi naik menjadi 7,86—8,09% pada tahun fiskal 2024.

Febrio menyebutkan kebijakan fiskal dalam jangka menengah tidak hanya didukung dengan peningkatan tax ratio secara bertahap. Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas belanja agar memberikan dampak ekonomi yang lebih luas dan perbaikan pengelolaan utang.

Dia menambahkan kunci untuk meningkatkan ruang fiskal pemerintah dalam jangka panjang tidak lain adalah melalui reformasi perpajakan dari sisi administrasi dan perbaikan kebijakan. Reformasi perpajakan menjadi motor peningkatan tax ratio dalam upaya meningkatkan ruang fiskal dalam pengelolaan anggaran negara.

Menurutnya, pada saat ini, ruang fiskal masih ditopang dengan masih rendahnya rasio utang pemerintah terhadap PDB sekitar 30%. Angka tersebut masih jauh di bawah ambang batas maksimal dalam UU Keuangan Negara No.17/2003 yakni 60% terhadap PDB.

"Tantangan meningkatkan penerimaan ke depan konteksnya harus dilakukan melalui reformasi yang kuat dalam bidang perpajakan. Ini yang sedang kami dorong melalui omnibus law," imbuhnya. Simak pula artikel ‘BKF: Isi Omnibus Law Perpajakan Bakal Dilebur ke RUU Cipta Kerja’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.