Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Sri Mulyani dalam kesempatan menerima pertanyaan dari anggota Komisi XI DPR tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi virus Corona yang berbeda antara Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Badan Pusat Statistik. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan menerima pertanyaan dari anggota Komisi XI DPR tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi virus Corona yang berbeda antara Kementerian Keuangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Menanggapi pertanyaan tersebut, Sri Mulyani menjelaskan dasar penghitungan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Kementerian Keuangan yang memanfaatkan data penerimaan perpajakan. Data tersebut meliputi penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai.
"Kami di Kementerian Keuangan mencoba mencocokan penerimaan pajak kita, dengan berbagai proxy kegiatan ekonomi. Di Kementerian Keuangan ada dua indikator, di pajak dan bea cukai," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (22/6/2020).
Sri Mulyani menjelaskan rekaman data penerimaan beberapa jenis pajak bisa merepresentasikan konsumsi masyarakat, yang biasanya menjadi penopang kuat pertumbuhan ekonomi. Jenis pajak itu misalnya pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, pajak pertambahan nilai (PPN).
Selain itu, ada pencatatan PPh korporasi dan PPh impor yang bisa menunjukkan aktivitas dunia usaha. Data-data penerimaan pajak itulah yang disandingkan dengan penerimaan kepabeanan dan cukai untuk menggambarkan kegiatan ekspor, impor, dan perdagangan barang kena cukai.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga memanfaatkan data dari Google yang menunjukkan penurunan tajam konsumsi produk elektronik, semen, listrik, mobil, motor, serta pangan pada bulan April dan Mei.
"Itu semua di-combine untuk menentukan growth pada kuartal II, dan memproyeksi di kuartal III dan IV," ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu tak mempermasalahkan besaran proyeksi pertumbuhan ekonomi yang berbeda antarinstansi. Misalnya saat Kemenkeu memproyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 tumbuh minus 3,8%, sedangkan Bappenas menghitung minus 6%.
BPS yang merangkum data proyeksi dari berbagai lembaga keuangan dan investasi global, mewaspadai ekonomi anjlok hingga minus 4,6% pada kuartal II/2020.
"Moga-moga BPS yang menerbitkan statistik tidak mendekatkan dengan proyeksinya ya. Harusnya mendekatkan ke saya," katanya sambil tertawa.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo tak secara spesifik menyebutkan proyeksinya mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020. Namun, BI memproyeksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 sebesar 0,9% hingga 1,9%. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.