Ilustrasi pita cukai. (foto: peruri.co.id)
JAKARTA, DDTCNews – Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada dua permasalahan dalam pengelolaan cukai hasil tembakau (CHT) atau yang sering dikenal sebagai cukai rokok.
Laporan BPK terkait pengelolaan cukai hasil tembakau menyimpulkan kinerja Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dalam pengaturan CHT telah sesuai dengan kriteria. Namun demikian, terdapat dua pengecualian pada permasalahan signifikan yang ditemukan.
“Pada semester II 2019, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan cukai hasil tembakau tahun 2017 sampai dengan semester I 2019 pada DJBC Kementerian Keuangan serta instansi terkait lainnya di Jakarta, Pasuruan, Bandung, Malang, dan Kudus,” demikian pernyataan BPK.
Adapun permasalahan signifikan yang berkaitan dengan kelemahan pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pertama, pemberitahuan barang kena cukai (BKC) yang selesai dibuat (CK-4C) terlambat disampaikan oleh pengusaha pabrik. Selain itu, terdapat produksi BKC hasil tembakau yang tidak dilaporkan dalam CK-4C.
Hal tersebut mengakibatkan adanya potensi denda yang belum ditetapkan. Oleh karena itu, lanjut BPK, Dirjen Bea dan Cukai agar melakukan audit dan/atau penelitian pada perusahaan hasil tembakau tersebut.
Kedua, pengelolaan pelayanan cukai masih dilakukan secara manual (tulisan di atas formulir. Selain itu, terdapat merek hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang tidak ditetapkan dalam surat keputusan (SKEP) penetapan tarif atas merek BKC.
Akibatnya, terdapat potensi kesalahan pengenaan tarif dalam pemesanan pita CHT dan pengembalian penerimaan negara. Oleh karena itu, lanjut BPK, Dirjen Bea dan Cukai agar melakukan audit dan/atau penelitian pada perusahaan hasil tembakau terkait.
“Dan mengembangkan aplikasi Exsis sehingga dapat digunakan untuk pengendalian pelayanan CHT,” imbuh BPK.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan CHT mengungkap 11 temuan yang memuat 13 permasalahan senilai Rp121,30 juta. Permasalahan tersebut terdiri dari 11 permasalahan SPI dan 2 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. (kaw)