Ilustrasi.Â
JAKARTA, DDTCNews – Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) menaikkan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia dari BBB/outlook stabil menjadi BBB+/outlook stabil atau kategori Investment Grade pada hari ini, Selasa (17/3/2020).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai kenaikan peringkat tersebut menunjukkan keyakinan stakeholders internasional terhadap kinerja perekonomian Indonesia masih sangat terjaga. Keyakinan itu berasal dari sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan reformasi struktural.
Sinergi tersebut untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang kuat, didukung oleh stabilitas makroekonomi. BI, sambungnya, akan tetap waspada dan terus memonitor perkembangan ekonomi global dan domestik, termasuk dampak virus Corona.
“Dengan tetap memperkuat bauran kebijakan dan koordinasi dengan pemerintah serta otoritas terkait lainnya dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, mendorong reformasi struktural, dan mendukung momentum pertumbuhan ekonomi,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (17/3/2020).
Sebelumnya, pada 26 April 2019, peringkat sovereign credit rating Indonesia yang disematkan R&I adalah BBB/outlook stabil (Investment Grade). Tahun ini, R&I menaikkan peringkat Indonesia karena mampu mempertahankan pertumbuhannya di level 5% dalam beberapa terakhir terakhir.
Meskipun wabah virus Corona berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi, pemerintah dan BI dianggap mampu bekerja untuk menopang perekonomian dan menjaga stabilitas makroekonomi.
Kekuatan fundamental ekonomi Indonesia juga dinilai tetap terjaga dengan lingkungan politik yang stabil, sehingga R&I memperkirakan perekonomian akan kembali membaik apabila virus Corona dapat dikendalikan.
R&I juga menyinggung upaya pemerintah mengesahkan omnibus law untuk meningkatkan iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja. Implementasi aturan tersebut diprediksi akan mendorong investasi dan mendukung penguatan fundamental ekonomi, serta mendorong pertumbuhan dalam jangka menengah-panjang.
Di sisi eksternal, R&I mengapresiasi defisit neraca transaksi berjalan yang rendah. Defisit transaksi berjalan diperkirakan sebesar 2-3% pada 2020 dan beberapa tahun ke depan. Sementara itu, cadangan devisa mampu membiayai 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Risiko nilai tukar di sektor swasta juga telah menurun sebagai dampak dari penerapan kebijakan bank sentral untuk mengendalikan risiko. Kebijakan ini termasuk penerapan peraturan kewajiban untuk melakukan lindung nilai (hedging) atas utang dalam mata uang asing.
Pada sisi fiskal, pemerintah dinilai mampu menjaga komitmen untuk memastikan disiplin fiskal. Pada 2020, pemerintah memproyeksikan defisit fiskal sebesar 1,76% dari PDB. Pemerintah juga meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, mempertahankan rasio anggaran pendidikan dan kesehatan terhadap total pengeluaran, dan mengurangi alokasi anggaran untuk subsidi energi.
R&I memandang positif upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengeluaran untuk memajukan prioritas kebijakan untuk peningkatan sumber daya manusia dan penguatan daya saing. Namun, R&I juga mengingatkan soal defisit fiskal yang kemungkinan akan lebih besar dari target yang ditetapkan, di bawah 3% dari PDB.
"Situasi saat ini membutuhkan kebijakan fiskal yang proaktif untuk mendukung perekonomian. R&I percaya kenaikan defisit sementara ini tidak akan mempengaruhi peringkat," bunyi keterangan tertulis R&I. (kaw)