Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pengenaan cukai pada minuman berpemanis bisa mendatangkan penerimaan hingga Rp6,25 triliun.
Sri Mulyani merencanakan pengenaan cukai pada jenis minuman teh kemasan, minuman karbonasi atau soda, serta minuman lainnya seperti kopi dan minuman berenergi. Menurutnya, tarif cukai akan disesuaikan dengan kandungan gula di setiap kelompok produk minuman.
"Kami mengusulkan hanya pada minuman yang siap dikonsumsi. Ini termasuk konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran, yang konsumsinya masih perlu proses pengeceran," katanya di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Pemerintah mengasumsikan produksi minuman teh kemasan sebanyak 2,1 juta liter per tahun dan akan dikenai tarif cukai Rp1.500 per liter, sehingga potensi penerimaannya senilai Rp2,7 triliun. Pada kelompok minuman berkarbonasi atau soda, produksi tahunannya sebanyak 727.000 liter. Jika dikenai tarif cukai Rp2.500 per liter, potensi penerimaannya senilai Rp1,7 triliun.
Adapun kelompok minuman lainnya seperti kopi, minuman berenergi, dan konsentrat produksi tahunannya sekitar 808.000 liter. Kelompok produk minuman itu rencananya dikenai cukai Rp2.500 per liter, sehingga potensi penerimaannya Rp1,85 triliun. Ekstensifikasi objek cukai untuk Indonesia, termasuk minuman berpemanis, pernah dikaji oleh DDTC dalam Working Paper DDTC No. 1919.
Pengenaan cukai minuman berpemanis diproyeksi memiliki elastisitas permintaan sebesar -0,8. Sehingga, produksi setelah pengenaan cukai akan menurun menjadi 1 juta liter minuman teh kemasan, 867.000 liter minuman berkarbonasi, dan 743.000 liter kelompok minuman lainnya.
Cukai direncanakan dipungut dari minuman berpemanis produksi dalam maupun luar negeri. Pembayaran cukai dilakukan saat dikeluarkan dari pabrik ataupun pelabuhan, secara berkala setiap bulan. Pengawasan akan dilakukan melalui registrasi pabrikan, pelaporan produksi, pengawasan fisik, dan audit.
Kendati demikian, pemerintah mengecualikan pengenaan cukai pada kelompok minuman yang dikemas non-pabrikan atau UMKM, madu dan jus sayur tanpa gula, dan barang ekspor/rusak/musnah.
"Kalau diekspor, masalahnya ke negara lain, bukan di kita," katanya. Simak infografis 'Catatan Barang Kena Cukai Indonesia'.
Sri Mulyani meyakini pengenaan cukai pada minuman berpemanis juga akan mengurangi prevalensi penderita diabetes yang pada 2018 mencapai 2% dari jumlah penduduk di Indonesia. Nilai itu meningkat 0,5% dibanding kondisi lima tahun sebelumnya. Demikian pula pada prevalensi obesitas yang mencapai 21,8% pada 2018, sedangkan pada 2013 hanya 14,8%. (kaw)