JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menilai terdapat permasalahan lama dalam pemajakan atas sektor mineral dan batu bara (minerba) serta kelapa sawit yang tak kunjung selesai hingga hari ini.
Hingga saat ini, Indonesia dinilai belum sepenuhnya mampu mengamankan nilai tambah (value added) dari sektor minerba dan kelapa sawit.
"Sejak 2002 saya bekerja di DJP itu selalu sektor strategis yang dikejar-kejar pajaknya dan enggak rampung-rampung sampai hari ini itu sektor minerba dan sawit. Bapak-Ibu sangat paham betapa sebenarnya value added itu belum bisa kita secure," ujar Bimo, dikutip pada Sabtu (13/12/2025).
Menurut Bimo, masalah-masalah terkait pemajakan atas sektor ekstraktif muncul karena Indonesia selama ini telah menafikan jati diri ekonomi Indonesia yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.
Dalam pasal dimaksud telah diamanatkan bahwa pengelolaan kekayaan alam dan cabang produksi yang strategis dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara juga diharuskan mengambil peran dominan guna mewujudkan ekonomi Pancasila yang berasaskan kekeluargaan.
"Kalau kita berkaca pada kompas moral kita, Pasal 33 UUD 1945, ini yang memang menjadi PR besar yang selama ini ternegasikan," ujar Bimo.
Dalam rangka menindaklanjuti beragam permasalahan yang ada, pemerintah melakukan reformasi tata kelola dengan pendekatan yang berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945.
Salah satu reformasi tersebut adalah dengan membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang mengedepankan deterrent effect sebelum dilakukannya perbaikan tata kelola.
Melalui Satgas PKH, pemerintah mengenakan denda atas hutan yang terlanjur dibabat secara ilegal oleh pelaku usaha sektor minerba dan kelapa sawit.
"Di hulu pada Satgas PKH ada denda keterlanjuran. Kita hitung kembali PBB atas perambahan hutan yang tidak dilaporkan, kita hitung kembali hasil produksi yang tidak dilaporkan, sehingga PPh dan PPN-nya kita hitung. Di sisi hilir, kita perbaiki mekanisme ekspor impornya dan tata kelolanya secara menyeluruh," ujar Bimo. (dik)
