PER-18/PJ/2025

Data Dalam Putusan Dianggap Data Konkret, Bisa Jadi Basis Pemeriksaan

Muhamad Wildan
Kamis, 25 September 2025 | 19.30 WIB
Data Dalam Putusan Dianggap Data Konkret, Bisa Jadi Basis Pemeriksaan
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews - Data dari ketetapan, keputusan pajak, ataupun putusan sengketa pajak yang bersifat inkrah juga dikategorikan sebagai data konkret berupa data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak dengan pengujian yang sederhana.

Mengingat data dari ketetapan, keputusan, atau putusan adalah data konkret, Ditjen Pajak (DJP) bisa langsung menggunakan data tersebut untuk melakukan pengawasan atau pemeriksaan.

"Bukti transaksi atau data perpajakan...dapat berupa...data dan/atau keterangan yang bersumber dari ketetapan dan/atau keputusan di bidang perpajakan dan/atau putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT," bunyi Pasal 2 ayat (2) huruf g PER-18/PJ/2025, dikutip pada Kamis (25/9/2025).

Dalam hal DJP memilih untuk menindaklanjuti data konkret dengan pemeriksaan, pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan spesifik atas data konkret sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025.

Pemeriksaan spesifik didefinisikan sebagai pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas 1 atau beberapa pos dalam SPT dan/atau SPOP, data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana.

Jangka waktu pemeriksaan spesifik terdiri dari jangka waktu pengujian selama 1 bulan dan jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) selama 30 hari.

Namun, dalam pemeriksaan spesifik dilakukan oleh karena data konkret yang mengindikasikan adanya kekurangan pembayaran pajak oleh wajib pajak, jangka waktu pengujian dipangkas menjadi 10 hari kerja. Adapun jangka waktu PAHP juga dipangkas menjadi 10 hari kerja.

Sebagai informasi, DJP berencana untuk menagih pajak senilai Rp50 triliun hingga Rp60 triliun dari 200 wajib pajak. Pajak tersebut bisa ditagih mengingat sudah ditetapkan dalam putusan sengketa pajak inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

"Strategi khusus untuk mencapai target penerimaan pajak tahun ini, beberapa terkait multi door approach untuk penegakan hukum. Kami akan mengejar penunggak pajak 200 yang terbesar yang sudah inkrah dengan potensi Rp50 triliun hingga Rp60 triliun," ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.