JAKARTA, DDTCNews - Komisi XI DPR menilai desain defisit anggaran sebesar 2,48% yang dirancang pemerintah tahun depan merupakan besaran yang tepat, meski lebih rendah ketimbang defisit dalam APBN dan outlook 2025.
Wakil Ketua Komisi XI DPR M Hanif Dhakiri menyetujui defisit dalam RAPBN 2026 sebesar 2,48% dari PDB atau senilai Rp638,8 triliun. Menurutnya, defisit ini cukup sehat untuk mengelola fiskal negara, termasuk menyokong berbagai program prioritas presiden.
"Panja Defisit mencatat penurunan defisit dari outlook 2025 sebesar 2,78% ke 2,48% pada 2026 merupakan langkah positif dalam penguatan disiplin fiskal dengan tetap ekspansif untuk mendukung 8 agenda prioritas pemerintah," katanya, dikutip pada Minggu (24/8/2025).
Hanif meminta pemerintah untuk memastikan defisit dan utang negara pada 2026 tetap berada dalam batas aman. Hal itu dibuktikan dengan pengelolaan utang yang akuntabel, transparan, memperhatikan manajemen risiko dan dilandasi prinsip kehati-hatian.
Lebih lanjut, dia juga memberikan catatan perihal penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah menerbitkan SBN dengan biaya dan risiko yang optimal dan terkendali serta menjaga prinsip transparansi dan integritas pasar serta disiplin fiskal.
"Penggunaan BMN senilai Rp227,5 triliun sebagai underlying asset penerbitan surat berharga syariah negara harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjut Hanif, pemerintah juga perlu memastikan pembiayaan utang dan non-utang dilakukan untuk pengelolaan APBN yang produktif.
Pembiayaan investasi pada APBN 2026 juga perlu diarahkan untuk mengoptimalkan peran BLU dan SMV Kemenkeu. Optimalisasi ini untuk mendukung agenda prioritas nasional dan pengelolaan aset negara lainnya yang akan memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional.
Hanif menambahkan pemerintah juga perlu mengoptimalkan peran BPI Danantara BUMN, BLU, dan SMV dalam memberikan pembiayaan non-utang. Hal ini bertujuan untuk mendukung program prioritas pemerintah.
Terakhir, Hanif mengingatkan pemerintah bahwa pembiayaan non utang pada sektor perumahan perlu diarahkan untuk penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). (rig)