BERITA PAJAK SEPEKAN

Dua Perdirjen Baru! Atur SPT, Bupot, Faktur, hingga Layanan Coretax

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 31 Mei 2025 | 07.00 WIB
Dua Perdirjen Baru! Atur SPT, Bupot, Faktur, hingga Layanan Coretax

JAKARTA, DDTCNews - Pemberitaan soal pajak sepanjang pekan ini didominasi oleh isu soal terbitnya dua produk hukum baru yang mengatur tentang administrasi pajak. 

Dua regulasi itu adalah Peraturan Dirjen Pajak PER-11/PJ/2025 yang secara garis besar mengatur tentang format SPT, bukti potong, dan faktur pajak serta PER-8/PJ/2025 yang mengatur tentang layanan perpajakan era coretax system. 

Pertama, PER-11/PJ/2025. Beleid ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 465 huruf o, huruf p, huruf q, huruf r, huruf s, huruf t, dan huruf x PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

"Perlu menetapkan perdirjen pajak tentang ketentuan pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan bea meterai dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan," bunyi bagian pertimbangan PER-11/PJ/2025. 

Secara terperinci, PER-11/PJ/2025 memuat bentuk, isi, dan tata cara pengisian dan format dari beragam SPT seperti SPT Masa PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa Bea Meterai, dan SPT Tahunan PPh. Tak hanya itu, PER-11/PJ/2025 juga memuat tata cara pengisian bukti potong PPh Pasal 21, bukti potong unifikasi, hingga faktur pajak.

Selanjutnya, PER-11/PJ/2025 juga memerinci mekanisme penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi bank, BUMN, BUMD, wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak wajib pajak lainnya.

PER-11/PJ/2025 juga memerinci keterangan dan dokumen apa saja yang harus dilampirkan dalam SPT serta format dan sarana penyampaiannya. Tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan SPT serta mekanisme pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan juga diatur dalam PER-11/PJ/2025.

Kemudian, PER-11/PJ/2025 juga memuat kriteria wajib pajak PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban melaporkan SPT. Wajib pajak dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Terakhir, PER-11/PJ/2025 juga memerinci ketentuan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan dalam hal-hal tertentu sesuai dengan Pasal 25 ayat (6) UU PPh.

Kedua, PER-8/PJ/2025. Beleid ini diterbitkan mengingat ketentuan teknis baik berupa perdirjen maupun keputusan dirjen (kepdirjen) masih belum mampu memenuhi kebutuhan administrasi era coretax system. Oleh karena itu, perdirjen dan kepdirjen lama perlu diganti atau dicabut.

"... perlu menetapkan peraturan direktur jenderal pajak tentang ketentuan pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan," bunyi penggalan bagian pertimbangan PER-8/PJ/2025.

Secara terperinci, PER-8/PJ/2025 mengatur secara spesifik 13 layanan perpajakan yang diberikan melalui coretax system. 

Selain 2 informasi di atas, ada beberapa isu menarik lainnya yang menyita perhatian netizen selama sepekan terakhir. 

Di antaranya, mundurnya batas waktu unggah faktur pajak, progres seleksi calon Hakim Agung Pajak, usulan soal pajak kekayaan, uji materi soal syarat kuasa hukum Pengadilan Pajak, serta penegasan Kementerian Keuangan untuk memperketat pengawasan terhadap wajib pajak dengan penghasilan besar. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Deadline Faktur Pajak Mundur

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 turut mengubah batas waktu pengunggahan faktur pajak elektronik atau e-faktur ke Ditjen Pajak (DJP).

Dalam Pasal 44 ayat (1) PER-11/PJ/2025, ditegaskan bahwa e-faktur wajib diunggah ke DJP menggunakan modul e-faktur paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur, bukan tanggal 15 bulan berikutnya sebagaimana diatur dalam PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.

"e-faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) wajib diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan modul e-faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur," bunyi Pasal 44 ayat (1) PER-11/PJ/2025. 

7 Calon Hakim Agung Pajak Lolos Tahap Lanjutan

Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lulus seleksi kualitas, termasuk CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.

Tercatat, terdapat 7 CHA TUN khusus pajak yang dinyatakan lulus seleksi kualitas oleh KY. Para CHA yang lulus seleksi kualitas berhak mengikuti seleksi berikutnya, yakni seleksi kesehatan dan kepribadian.

"Keputusan kelulusan seleksi kualitas bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat," sebut Ketua Bidang Rekrutmen Hakim M. Taufiq HZ saat membacakan pengumuman KY.

Pajak Kekayaan, Kapan Diterapkan?

Pemerintah menyatakan tidak akan terburu-buru menerapkan pajak atas kekayaan (wealth tax).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah sebetulnya sudah memiliki gagasan untuk mengenakan pajak kekayaan. Namun, wacana kebijakan tersebut masih memerlukan proses pembahasan yang panjang sebelum diimplementasikan di Indonesia.

"Pengenalan jenis pajak baru tidak sederhana. Ada tahapan-tahapan, ada riset, public hearing, dan harus dibawa ke DPR," ujarnya dalam sebuah diskusi publik.

MK Tolak Gugatan Syarat Kuasa WP

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pengujian materiil yang diajukan atas Pasal 34 ayat (2) huruf c UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Pasal tersebut mengatur tentang kewenangan menteri keuangan untuk menetapkan syarat lain yang harus dipenuhi guna menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak.

Menurut MK, permohonan pengujian materiil atas UU Pengadilan Pajak yang diajukan oleh pemohon bernama Zico Leonard Djagardo Simanjuntak tidaklah beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

"Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan MK Nomor 25/PUU-XXIII/2025.

Kepatuhan Pajak Orang Kaya Diawasi Ketat

DJP terus melakukan pengawasan kepatuhan pajak, terutama kepada orang kaya atau yang memiliki penghasilan besar dan terkena lapisan tarif PPh orang pribadi sebesar 35%.

Yon Arsal mengatakan DJP antara lain melakukan pengawasan kepatuhan material kepada orang berpenghasilan besar ini melalui SPT Tahunan yang telah disampaikan. Menurutnya, pengawasan secara intensif terhadap wajib pajak diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara.

"Bagaimana upaya kami meningkatkan [penerimaan pajak], bagi [wajib pajak yang terkena lapisan tarif] 35%, kami mengawasi. Kami mengawasi bahwa yang dilaporkan oleh wajib pajak itu adalah benar," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.