Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menilai perbaikan belanja pemerintah dan peningkatan investasi menjadi 2 syarat yang harus dipenuhi agar perekonomian Indonesia lebih stabil pada tahun depan.
Anggito menyampaikan pemerintah akan berfokus untuk menjalankan dua aspek tersebut untuk menjaga perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global. Terlebih, ketika ekonomi global sedang bergejolak akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) seperti saat ini.
"Memang kita harus siap. Ada 2 hal yang kita lakukan dari sisi APBN, [yakni] memperkuat public spending serta investasi dan hilirisasi meskipun ini membutuhkan waktu," ujarnya dalam KAGAMA Leaders Forum: Trump Effect, dikutip pada Kamis (15/5/2025).
Anggito menjelaskan beberapa upaya yang ditempuh untuk memperbaiki belanja pemerintah (public spending) antara lain melakukan efisiensi dan refocusing anggaran guna memperkuat permintaan domestik. Sebab, konsumsi masyarakat masih memiliki porsi besar dalam perekonomian nasional.
Selain itu, pemerintah terus mengoptimalkan investasi, terutama setelah membentuk BPI Danantara. Investasi ini utamanya diarahkan untuk kegiatan hilirisasi sehingga dapat memberikan nilai tambah.
"Harapannya di 2026 kita memetik hasilnya, regardless global economy-nya lagi seperti apa," ucapnya.
Anggito juga mengeklaim gejolak global akibat tarif impor resiprokal AS tidak terlalu memukul kinerja APBN 2025. Hal itu didukung oleh upaya pemerintah yang gencar melakukan negosiasi dengan AS sejak awal isu tarif impor merebak.
Ditambah lagi, tensi perang dagang AS-China kini mulai mereda karena kedua pihak mencapai kesepakatan. Pada 14 Mei 2025, AS menerapkan bea masuk sebesar 30% atas produk asal China, sedangkan China mengenakan bea masuk 10% ke produk AS.
Penerapan bea masuk itu disepakati AS dan China dalam negosiasi selama 2 hari di Swiss. AS sempat berencana mengenakan bea masuk sebesar 145% ke China, sedangkan China membalasnya dengan tarif sebesar 125%.
"Dampak tarif Trump ke APBN seperti apa? Very minimal sebetulnya dan kalau kita lihat kondisi sekarang, ada penundaan 90 hari, kemungkinan AS-China bisa sepakat, sehingga kita bisa mencapai trade agreement dan buat ekonomi kita lebih confident," tutup Anggito.
Sebelumnya, AS mengumumkan pengenaan tarif impor resiprokal ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Atas barang impor dari Indonesia, AS mengenakan bea masuk resiprokal sebesar 32%.
Kebijakan tarif AS ini semula dijawalkan mulai berlaku pada 9 April 2025, tetapi kemudian ditunda selama 90 hari. Pada saat ini, pemerintah sedang melakukan negosiasi teknis terkait bea masuk resiprokal dengan delegasi AS. (dik)