PUTUSAN Pengadilan Pajak pada dasarnya merupakan putusan akhir yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun, pihak yang bersengketa tetap diberi kesempatan mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Berdasarkan Pasal 77 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Pajak bersifat final dan mengikat. Artinya, seluruh konsekuensi hukum dari putusan tersebut, termasuk pembayaran kekurangan atau pengembalian kelebihan pajak serta denda atau kompensasi bunga, dapat langsung dilaksanakan oleh pihak yang bersengketa.
Namun, Pasal 77 ayat (3) UU Pengadilan Pajak memberikan ruang bagi pihak yang bersengketa untuk menempuh upaya hukum luar biasa, yaitu dengan mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung. Ketentuan mengenai alasan yang dapat dijadikan dasar pengajuan PK diatur secara limitatif dalam Pasal 91 UU Pengadilan Pajak.
Terdapat 5 alasan yang bisa dijadikan dasar pengajuan PK. Pertama, apabila putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan, atau bukti-bukti yang kemudian dinyatakan palsu oleh hakim pidana. Kedua, apabila ditemukan bukti tertulis baru yang bersifat menentukan.
Ketiga, apabila dalam putusan dikabulkan untuk suatu hal yang tidak dituntut atau melebihi yang dituntut. Keempat, apabila terdapat bagian dari tuntutan yang belum diputus tanpa disertai dengan alasan.
Kelima, apabila putusan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengajuan permohonan PK dengan alasan pertama dan kedua harus dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan sejak diketahuinya keadaan yang menjadi dasar pengajuan.
Sementara itu, pengajuan dengan alasan ketiga hingga kelima juga memiliki batas waktu pengajuan maksimal 3 bulan sejak tanggal putusan dikirim.
Berdasarkan Pasal 89 UU Pengadilan Pajak, PK hanya bisa diajukan satu kali dan tak menangguhkan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak yang telah berkekuatan hukum tetap.
Secara terperinci, prosedur pengajuan PK diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Kembali Putusan Pengadilan Pajak (Perma 7/2018).
Dalam Pasal 4 Perma No. 7/2018 ditegaskan bahwa permohonan PK harus diajukan secara tertulis oleh pemohon PK dengan menyebutkan alasan yang mendasarinya dan dilampiri dengan bukti.
Setelah itu, pihak lawan atau termohon diberikan kesempatan untuk menyampaikan jawaban dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal cap pos pengiriman atau saat salinan permohonan diterima secara langsung.
Setelah pemohon menerima jawaban dari termohon, panitera Pengadilan Pajak akan mengirimkan berkas perkara ke Mahkamah Agung untuk diperiksa dan diputus.
Jika ingin memahami lebih dalam tentang bagaimana proses pemeriksaan permohonan peninjauan kembali di Mahkamah Agung dilakukan, temukan pembahasannya dalam buku Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia yang diterbitkan oleh DDTC.
Dapatkan bukunya di store.perpajakan.ddtc.co.id dan perdalam pemahaman Anda seputar sistem peradilan perpajakan di Indonesia. (rig)