Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menilai penyederhanaan pengaturan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu berdasarkan PMK 4/2025 tidak akan menurunkan penerimaan bea masuk secara signifikan.
Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan penyederhanaan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu bertujuan memudahkan penghitungan bea masuk yang terutang. Menurutnya, penerimaan bea masuk atas barang kiriman selama ini juga tidak terlalu besar.
"[Penyederhanaan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu] dari total penerimaan, dampaknya tidak signifikan," katanya, Selasa (25/2/2025).
Chotibul menuturkan PMK 4/2025 salah satunya mempertegas dan menyederhanakan tarif bea masuk, termasuk di dalamnya bea masuk tambahan yang dikenakan.
Penyederhanaan besaran tarif bea masuk atas barang kiriman akan lebih memberikan kepastian dan kemudahan bagi importir. Selain itu, kebijakan ini memudahkan petugas DJBC di lapangan dalam melakukan penghitungan.
Selama ini, PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 11/2023 mengatur atas barang kiriman komoditas tertentu menggunakan consignment note (CN), dengan nilai FOB US$3 hingga US$1.500, dikenakan bea masuk sesuai dengan tarif most favoured nation (MFN), bea masuk tambahan sesuai dengan PMK BMTP/BMAD, PPN sesuai dengan ketentuan PPN, dan PPh sesuai dengan ketentuan PPh.
Sementara itu, PMK 4/2025 menyatakan atas barang kiriman komoditas tertentu tersebut dikenakan bea masuk dengan tarif 0%, 15%, atau 25%, dikecualikan dari bea masuk tambahan, PPN sesuai dengan ketentuan PPN, dan PPh 5% (kecuali untuk buku dikecualikan PPh).
Pada PMK 4/2025, tarif bea masuk untuk buku ilmu pengetahuan tetap 0%. Jika sebelumnya bea masuk jam tangan adalah 10%, kosmetik 10%-15%, serta besi/baja 0%-20%, kini diatur tarif tunggal sebesar 15%.
Setelahnya, jika pada PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023 diatur bea masuk tas sebesar 15%-20%, produk tekstil 5%-25%, alas kaki 5%-30%, dan sepeda 25%-40%, kini diatur tarif tunggal sebesar 25%.
Chotibul menuturkan penerimaan bea masuk dari barang kiriman tidaklah besar. Terlebih, ketika pemerintah telah mengatur penetapan harga minimum sebesar US$100 per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh merchant ke Indonesia melalui platform e-commerce.
Volume barang kiriman pada 2022 tercatat mencapai 61 juta kiriman, tetapi turun menjadi 45 juta kiriman pada 2023, sejalan dengan pengetatan ketentuan barang kiriman. Pada 2024, volume barang kiriman telah susut menjadi hanya 5,8 juta.
Mengenai penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dari barang kiriman, realisasinya Rp1,7 triliun pada 2024. Dari angka tersebut, penerimaan bea masuk senilai Rp647 miliar dan bea masuk tambahan hanya sekitar Rp5 miliar.
Meski sulit dihitung dan dipungut, penerimaan bea masuk tambahan hanya berkontribusi 0,3% dari penerimaan bea masuk dan PDRI.
"Target penerimaan negara, optimalisasinya, untuk barang penumpang dan kiriman personal ini tidak menjadi target untuk pencapaian penerimaan negara," ujar Chotibul.
Sebagai informasi, PMK 4/2025 mulai berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 3 Februari 2025, atau mulai 5 Maret 2025. (rig)