Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan MK Nomor 32/PUU-XXII/2024.
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil terhadap tarif PBJT sebesar 40% hingga 75% atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi/uap spa dalam UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Menurut MK, seluruh permohonan yang diajukan oleh 3 pihak, yakni Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, PT Imperium Happy Puppy, dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) sama-sama tidak beralasan menurut hukum.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan MK Nomor 32/PUU-XXII/2024, Jumat (3/1/2025).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan penerapan PBJT dengan tarif khusus sebesar 40% hingga 75% merupakan kewenangan para pembentuk UU sesuai dengan Pasal 23A UUD 1945.
Dalam hal tarif dirasa terlalu berat, pemda dapat memberikan keringanan sesuai dengan Pasal 96 ataupun insentif sesuai dengan Pasal 101 UU HKPD. "Pengaturan insentif semacam ini perlu dioptimalkan oleh daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum dalam Putusan MK Nomor 32/PUU-XXII/2024.
Lebih lanjut, PBJT atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi/uap spa juga tidak menimbulkan pajak berganda sebagaimana yang didalilkan para pemohon.
"Dengan demikian, dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Enny.
Sebagai informasi, Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia sebelumnya telah meminta MK untuk menghapuskan mandi uap/spa dari daftar jenis jasa hiburan yang dikenai PBJT sebesar 40% hingga 75%.
Adapun PT Imperium Happy Puppy meminta MK untuk membuat pengecualian khusus atas karaoke keluarga. Menurut perusahaan tersebut, karaoke keluarga seharusnya dikenai PBJT dengan tarif umum sebesar 10%.
GIPI meminta MK untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian, seluruh jenis jasa hiburan seharusnya dikenai PBJT dengan tarif yang sama, yaitu maksimal 10%. (sap)