Dirjen Bea dan Cukai Askolani.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) resmi memulai pemberlakuan alat pemindai peti kemas barang impor dan ekspor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta sebagai salah satu upaya dalam pencegahan penyelundupan barang impor dan ekspor.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemberlakuan alat pemindai peti kemas sejalan dengan Asta Cita ke-7 Presiden Prabowo Subianto untuk memerangi segala bentuk penyelundupan barang ekspor dan impor.
"Dengan alat yang mampu memindai isi peti kemas tanpa perlu membuka fisik kontainer ini, proses pemeriksaan menjadi lebih efisien, mengurangi waktu tunggu, serta mencegah penyelundupan barang ilegal atau berbahaya," katanya, dikutip pada Kamis (19/12/2024).
Askolani menuturkan pemberlakuan alat pemindai peti kemas akan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan keamanan arus barang, serta menjamin perbaikan tata kelola pelabuhan.
Penyediaan alat pemindai peti kemas tersebut mengacu pada PMK 109/2020 tentang Kawasan Pabean dan Tempat Penimbunan Sementara.
Pada 2024, jumlah peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok tercatat 1,29 juta (turun 1,5%) dan jumlah peti kemas ekspor sebanyak 765.143 (turun 31,26%). Meski tren jumlah peti kemas tersebut menunjukkan penurunan, terjadi lonjakan signifikan pada pelanggaran kepabeanan.
Lebih lanjut, terdapat 1.849 kasus pelanggaran kepabeanan (hasil target intelijen), yang terdiri atas 1.744 kasus impor dan 105 kasus ekspor. Angka ini melonjak 192,12% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 597 kasus.
Pada 2024 pula, terjadi kenaikan dalam penindakan yang dilaksanakan Kantor Bea Cukai Tanjung Priok sebesar 113,13% menjadi 2.142 penindakan. Dari angka tersebut, 1.198 kasus merupakan pelanggaran larangan dan pembatasan.
Dia menjelaskan alat pemindai peti kemas membawa sejumlah manfaat dalam pengawasan impor dan ekspor. Beberapa di antaranya yakni membantu menjaga keamanan negara dari masuknya barang-barang yang mengancam kedaulatan negara.
Kemudian, mencegah impor dan ekspor barang yang dilarang atau dibatasi dalam rangka melindungi kepentingan nasional; serta mencegah pelanggaran impor dan ekspor (fraud) yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Askolani, pemberlakuan alat pemindai peti kemas juga akan menjadi daya dorong dalam rangka membangun tata kelola pelabuhan yang makin baik (good governance). Pada November 2024, dwelling time Indonesia tercatat 2,71 dengan customs clearance 0,3-0,4.
Dia berharap pemanfaatan image hasil pemindaian akan membuat pemeriksaan fisik barang impor akan makin efektif dan efisien, seperti yang telah dilakukan negara negara tetangga yaitu Singapura dan Thailand.
Saat ini, Singapura dan Thailand telah melakukan pemindaian terhadap seluruh peti kemas. Hasilnya, kedua negara tersebut mampu menurunkan rata-rata waktu pemeriksaan fisik barang impor menjadi hitungan menit sehingga mengurangi waktu tunggu (dwelling time).
Askolani menambahkan pemberlakuan alat pemindai peti kemas juga akan meningkatkan kepuasan pengguna layanan dengan makin cepatnya pemeriksaan barang, serta meningkatkan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku dengan pengawasan yang semakin ketat.
"Dalam perspektif pemerintah, pemberlakuan alat pemindai peti kemas ini diharapkan membantu terwujudnya optimalisasi kebijakan fiskal, perlindungan masyarakat, dan penerimaan negara," ujarnya. (rig)