Warga berjalan melintasi gerai UMKM di Stasiun MRT Lebak Bulus Grab, Jakarta, Rabu (20/11/2024). PT MRT Jakarta (Perseroda) memfasilitasi sekitar 25 UMKM yang tersebar di beberapa stasiun MRT Jakarta sebagai upaya mendukung pengembangan ekosistem usaha mikro, kecil, dan menengah. ANTARA FOTO/Aditya Nugroho/aaa/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah dibarengi dengan kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti berharap masyarakat tetap melakukan kegiatan konsumsinya seperti biasa. Namun, DJP juga memahami jika masyarakat memilih untuk menahan belanja atau menerapkan gaya hidup irit, alias frugal living, sebagai respons rencana kenaikan tarif PPN.
"Saya kembalikan ke pribadi masing-masing, tetapi bagaimanapun sebetulnya pemerintah memikirkan bahwa kenaikan atau penyesuaian tarif 1% ini juga dibarengi dengan kebijakan lain yang menjaga daya beli masyarakat," katanya, Selasa (3/12/2024).
Dwi mengatakan UU PPN s.t.d.t.d UU HPP mengatur tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, sedangkan tarif sebesar 12% bakal mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun, UU HPP tidak hanya mengatur kenaikan tarif PPN, tetapi juga sepaket dengan pemberian fasilitas untuk menjaga daya beli masyarakat. Beleid ini mengatur pemberian fasilitas pembebasan PPN seperti pada bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa keuangan.
Kemudian, pemerintah juga memberikan berbagai relaksasi pajak kepada masyarakat dan dunia usaha. Misal, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%, perluasan lapisan penghasilan kena pajak yang dikenai tarif 5%, serta omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta pada wajib pajak orang pribadi UMKM.
Selain itu, pemerintah pada saat ini juga memberikan berbagai insentif pajak untuk mendorong daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan menengah seperti PPN atas penyerahan rumah dan mobil listrik ditanggung pemerintah (DTP). Menurutnya, pemberian insentif PPN DTP akan membuat harga rumah dan mobil listrik makin terjangkau sehingga ramai dibeli masyarakat kelas menengah-atas.
Dwi menilai insentif pajak tersebut bakal memberikan multiplier effect besar bagi industri properti dan otomotif, beserta industri ikutannya.
"Ketika industri properti dan otomotif tumbuh, masyarakat bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan. Ada multiplier effect-nya karena ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan pasti didahului dengan kajian yang cukup mendalam," ujarnya. (sap)