Manager of DDTC Consulting Erika saat menjadi pembicara dalam Dialog interaktif DDTC Surabaya digelar pada Kamis (21/11/2024). Acara bertajuk Tax Update 2024: SPT PPh Badan dan SPT PPh OP ini digelar di AMG Tower Surabaya.
SURABAYA, DDTCNews – Dialog interaktif DDTC Surabaya digelar pada hari ini, Kamis (21/11/2024). Acara bertajuk Tax Update 2024: SPT PPh Badan dan SPT PPh OP ini digelar di AMG Tower Surabaya.
Acara yang diikuti oleh 50 peserta ini menghadirkan 3 narasumber. Pertama, Manager of DDTC Consulting Erika. Kedua, Specialist of DDTC Consulting Khansa Mardhia Matovani. Ketiga, Specialist of DDTC Consulting Alfadella Octaviana Duraini.
Acara dimulai dengan pemaparan materi mengenai pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan (PMK 66/2023) oleh Specialist of DDTC Consulting Alfadella Octaviana Duraini. Dia mulai membahas latar belakang pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan.
“Pemerintah melalui UU HPP menetapkan natura sebagai objek PPh bagi penerima dan biaya pengurang penghasilan bruto bagi pemberi kerja atau wajib pajak badan,” ujar Alfadella.
Pembebanan biaya natura dan/atau kenikmatan dibagi menjadi 2 jenis biaya, yaitu biaya kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun serta biaya natura dan/atau kenikmatan yang memiliki masa manfaat kurang dari 1 tahun.
Adapun biaya natura dan/atau kenikmatan yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dibiayakan melalui penyusutan, sedangkan untuk biaya natura dan/atau kenikmatan yang masa manfaatnya kurang dari 1 tahun dapat dibiayakan langsung.
Alfadella juga menjelaskan beberapa jenis natura yang dikecualikan dari objek pajak, salah satunya adalah natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu. Contoh pengecualian berlaku untuk bingkisan.
Ada bingkisan yang menggunakan batasan tertentu agar dikecualikan dari objek pajak. Apabila pemberian natura sudah melebihi batasan, nilai lebih dari batasan tersebut merupakan objek PPh untuk pegawai penerima natura.
Kemudian, Specialist of DDTC Consulting Khansa Mardhia Matovani mengulas tentang ketentuan penyusutan dan amortisasi (PMK 72/2023). Khansa mengatakan dengan adanya PMK 72/2023, terdapat beberapa perubahan ketentuan.
Pertama, wajib pajak dapat memilih melakukan penyusutan bangunan permanen dan amortisasi harta tak berwujud selama 20 tahun atau sesuai dengan masa manfaat sebenarnya berdasarkan pada pembukuan pajak.
Kedua, biaya perbaikan untuk harta berwujud menambah masa manfaat lebih dari 1 tahun dapat dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan. Ketiga, penggantian asuransi apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta.
Keempat, amortisasi atas perangkat lunak (software) khusus di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit, dan penerbangan. Kelima, penerapan penyusutan dan amortisasi bidang usaha tertentu seperti kehutanan, perkebunan tanaman keras, dan peternakan.
Terbitnya PMK 72/2023 dapat menimbulkan pertanyaan terkait dengan dampak yang akan timbul apabila wajib pajak tidak melaporkan pilihan masa manfaat aset yang sesuai. Muncul pula pertanyaan tentang perlakuan atas software di luar sektor yang telah ditentukan. Bagaimana pula penggantian asuransi diperlakukan apabila hasilnya baru diketahui pada masa mendatang?
“Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan tantangan bagi wajib pajak dalam menyesuaikan perhitungan pajak dan proses pelaporan SPT PPh badan sesuai dengan peraturan yang terbaru,” kata Khansa.
Selain itu, disajikan juga beberapa contoh kasus-kasus tentang penyusutan beserta cara perhitungannya agar wajib pajak dapat secara langsung menerapkan PMK 72/2023 terhadap perhitungan penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud.
Sebagai sesi pamungkas, Manager of DDTC Consulting Erika mengulas ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system/CTAS) (PMK 81/2024). CTAS dirancang untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak.
Sistem ini dirancang dengan mengedepankan fungsionalitas. CTAS mengintegrasikan berbagai layanan yang selama ini telah disediakan DJP, seperti layanan pada DJP Online, e-nofa, pembayaran, EoI, dan lainnya, ke dalam menu dan submenu pada portal wajib pajak.
CTAS memiliki 2 tampilan, yaitu untuk petugas pajak dan wajib pajak. Bagi wajib pajak, tersedia portal wajib pajak yang memberikan kemudahan pembuatan akun wajib pajak untuk akses layanan digital terintegrasi dan terpersonalisasi sesuai dengan kebutuhan wajib pajak.
“Melalui akun wajib pajak, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak, seperti pendaftaran, pembayaran, pelaporan dan berbagai pengajuan permohonan dapat dilakukan secara digital, borderless, termonitor, dan terintegrasi,” kata Erika.
Dalam CTAS terdapat role access dengan cara wakil/kuasa login menggunakan NIK/NPWP pribadi 16 digit. Lalu, wakil/kuasa memilih wajib pajak yang akan di-impersonating (badan atau orang pribadi). Kemudian, wakil/kuasa dapat beraktivitas sesuai dengan role access yang diberikan.
Erika juga menjelaskan tentang jatuh tempo pembayaran berdasarkan pada PMK 81/2024 yang diubah menjadi tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pada CTAS, ada sistem pay and submit sehingga setelah pembayaran dilakukan maka SPT akan langsung otomatis terlapor.
Dia juga membahas tentang deposit pajak yang merupakan fitur baru. Sistem ini dapat mencegah wajib pajak terkena sanksi atas keterlambatan pembayaran. Fitur ini dapat di-carry over atau lintas tahun tanpa perlu pemindahbukuan.
Namun, opsi pembayaran dengan deposit pajak dapat digunakan apabila saldo mencukupi untuk pembayaran pajak yang akan dilakukan. Atas deposit pajak ini, wajib pajak tidak akan mendapat imbalan bunga atas saldo deposit pajak.
“Kemudian, ada ketentuan soal pengkreditan pajak masukan di sistem coretax ini yang tidak bisa untuk 3 bulan ke depan. Pengkreditan dalam masa pajak yang sama dengan masa pajak saat faktur dibuat,” kata Erika.
Erika juga membahas tentang pengompensasian lebih bayar pada SPT Masa PPN yang hanya bisa dilakukan untuk masa pajak berikutnya. Contoh, untuk SPT PPN masa Juni 2025 yang nilainya lebih bayar hanya bisa dikompensasikan ke masa pajak Juli 2025 dan begitu seterusnya.
Dalam kesempatan kali ini, DDTC juga membagikan buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional secara gratis kepada 5 peserta acara yang memberikan komentar terbaik dalam berita ini.
Buku ini merupakan cetakan kedua. Sebanyak 1.000 buku cetakan pertama April 2024 telah diterima banyak pihak, termasuk pemerintah, anggota DPR, pelaku usaha, karyawan swasta, konsultan pajak, akademisi, hingga mahasiswa.
Buku ini ditulis oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama dengan Tax Expert, CEO Office DDTC Atika Ritmelina Marhani. Buku ini sangat penting sebagai bekal awal setiap orang yang ingin berkecimpung atau mendalami dunia pajak. (kaw)