PMK 74/2024.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) baru terkait dengan pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Peraturan yang dimaksud adalah PMK 74/2024.
Terbitnya PMK ini untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, serta kemudahan dalam penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih bagi usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; serta perusahaan anjak piutang untuk keperluan perpajakan.
“… perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan … PMK 81/2009 s.t.d.d PMK 219/2012… ; … serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (3) PP 55/2022,” bunyi pertimbangan dalam PMK 74/2024, dikutip pada Senin (4/11/2024).
Adapun berdasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) PMK 74/2024, wajib pajak dapat membebankan penghapusan piutang tak tertagih melalui 2 opsi skema pada pembukuan yang dilakukan secara taat asas.
Pertama, penghapusan piutang tak tertagih pada saat piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih. Skema ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Kedua, pembentukan cadangan, yaitu pembebanan atas penghapusan piutang tak tertagih melalui penyisihan yang dibentuk sejak awal pengakuan piutang. Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak, skema ini hanya digunakan untuk wajib pajak usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; dan perusahaan anjak piutang.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PMK 74/2024, wajib pajak usaha bank tersebut meliputi bank umum dan bank perekonomian rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah.
Kemudian, wajib pajak sewa guna usaha dengan hak opsi adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha sewa pembiayaan (konvensional ataupun syariah). Wajib pajak perusahaan pembiayaan konsumen adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan pembiayaan konsumen (konvensional ataupun syariah).
Wajib pajak perusahaan anjak piutang adalah perusahaan yang melaksanakan pembiayaan anjak piutang (konvensional ataupun syariah). Anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang usaha suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
Wajib pajak badan usaha lain merupakan badan usaha selain bank dan selain perusahaan yang masuk ketiga kelompok di atas, yang melaksanakan kegiatan usaha menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Adapun wajib pajak badan usaha lain tersebut mencakup:
Adapun wajib pajak usaha bank; sewa guna usaha dengan hak opsi; perusahaan pembiayaan konsumen; perusahaan anjak piutang; penyelenggara usaha jasa pembiayaan; Lembaga Keuangan Mikro; PT Permodalan Nasional Madani; PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero); Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia; dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) merupakan perusahaan yang telah terdaftar dan/atau memperoleh izin pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“[Perusahaan tersebut … dinyatakan diawasi oleh OJK,” bunyi penggalan Pasal 3 ayat (6) PMK 74/2024.
Berdasarkan pada Pasal 4 ayat (1) PMK 74/2024, wajib pajak tersebut boleh mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto. Penghitungan berdasarkan pada standar akuntansi keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia sepanjang tidak melebihi batasan tertentu.
“Pembentukan cadangan piutang tak tertagih … merupakan biaya yang diperoleh dari nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih awal,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (2) PMK 74/2024.
Cadangan piutang tak tertagih awal adalah nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak setelah memperhitungkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih selama tahun pajak berjalan sebagai pengurang.
Adapun sesuai dengan Pasal 4 ayat (4) PMK 74/2024, batasan tertentu diterapkan pada penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak. Batasan tertentu tercantum dalam Lampiran huruf A. Batasan tertentu ditentukan dan dapat dilakukan penyesuaian setelah berkoordinasi dengan OJK.
Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak harus menggunakan nilai yang lebih kecil antara nilai yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia; atau nilai batasan tertentu.
Nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak menjadi nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak berikutnya.
Adapun jika hasil penghitungan biaya bernilai lebih kecil dari nol, nilai tersebut diakui sebagai penghasilan pada tahun pajak berjalan. Contoh penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih tercantum dalam Lampiran huruf B PMK 74/2024.
Berdasarkan pada Pasal 10 ayat (2) PMK 74/2024, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 merupakan cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2023, yang dihitung sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini.
Kemudian, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2024 dihitung sesuai dengan ketentuan dalam PMK 74/2024.
Jika terdapat selisih antara nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 dan cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2023 yang dihitung sesuai PMK 81/2009 s.t.d.d PMK 219/2012, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Bank perkreditan rakyat dan bank pembiayaan rakyat syariah yang telah ada dan belum mengalami perubahan nomenklatur dapat mengurangkan pembentukan cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto sesuai ketentuan dalam PMK 74/2024.
Adapun perubahan nomenklatur yang dimaksud adalah perubahan menjadi bank perekonomian rakyat dan bank perekonomian rakyat syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
“Ketentuan penghitungan biaya pembentukan cadangan piutang tak tertagih sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini berlaku sejak tahun pajak 2024,” bunyi Pasal 12 PMK 74/2024.
Adapun PMK 74/2024 mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 18 Oktober 2024. Pada saat PMK 74/2024 mulai berlaku, ketentuan Pasal 1 huruf a dan Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 PMK 74/2024 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (kaw)