Warga memeriksa meteran listrik di Rusunawa Margaluyu, Kota Serang, Banten, Senin (7/10/2024). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan tarif listrik pada triwulan IV atau periode Oktober-Desember 2024 untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi PT PLN (Persero) tetap atau tidak mengalami perubahan. ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) mengaku sedang melakukan penghitungan potensi pajak daerah untuk setiap jenis pajak daerah secara nasional.
Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Anna Mei Rani mengatakan hasil penghitungan potensi pajak daerah ini nantinya bisa digunakan untuk membantu pemda memaksimalkan pendapatan pajaknya, termasuk pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) tenaga listrik.
"Kami sedang proses duduk bareng dengan PLN pusat. Hasilnya bagaimana? Ini kami sedang membahas," ujar Anna dalam bimbingan teknis (bimtek) yang digelar oleh DJPK, Selasa (29/10/2024).
Selama ini, pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) tidak mampu mengumpulkan PBJT tenaga listrik secara optimal karena pemkab/pemkot tidak mendapatkan data konsumsi tenaga listrik dari PLN.
"Harapannya ke depan kita punya data nasional, lalu kita bisa split [datanya] per kabupaten/kota. Ini luar biasa menurut saya nantinya," ujar Anna.
Pada saat yang sama, DJPK juga mendorong PLN untuk memperbaiki kualitas data konsumsi listrik. "Kami memberikan masukan ke mereka, data kalian ini juga harus bagus lho. Data ini tidak hanya terkait dengan pembayaran orang ke PLN, tetapi ada pajak-pajak di sana yang pemda juga butuh data," ujar Anna.
Meski demikian, Anna meminta pemkab/pemkot untuk proaktif meminta data konsumsi listrik ke PLN dalam rangka merealisasikan penerimaan PBJT tenaga listrik sesuai dengan potensi yang sesungguhnya.
"Kalau PLN sudah good datanya, kita akan juga akan share ke Bapak Ibu semua. Mudah-mudahan Insyaallah tahun ini," ujar Anna.
Untuk diketahui, pemkab/pemkot berwenang untuk mengenakan PBJT tenaga listrik dengan tarif maksimal sebesar 10%. Konsumsi tenaga listrik yang menjadi objek PBJT adalah penggunaan tenaga listrik oleh pengguna akhir.
Adapun konsumsi tenaga listrik yang dikecualikan dari objek PBJT antara lain konsumsi listrik oleh instansi pemerintah ataupun pemda; konsumsi tenaga listrik oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing; konsumsi tenaga listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya; konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi terkait; dan konsumsi tenaga listrik lainnya yang diatur dengan perda. (sap)