Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews -- Orang yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit kepabeanan akan dikenakan denda. Merujuk Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang (UU) Kepabeanan, sanksi denda yang dikenakan senilai Rp75 juta.
Mengacu pada Penjelasan Pasal 86 ayat (2) UU Kepabeanan, perbuatan yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan kewenangan audit tersebut mencakup tidak menyerahkan laporan keuangan.
“... mencakup perbuatan tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan,” bunyi penjelasan Pasal 86 ayat (2) UU Kepabeanan, dikutip pada Selasa (3/9/2024).
Yang dimaksud 'orang' dalam konteks ini adalah importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS), pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB), pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), atau pengusaha pengangkutan. UU Kepabeanan mewajibkan pihak-pihak tersebut untuk menyelenggarakan pembukuan.
Selain itu, atas permintaan pejabat bea dan cukai, pihak-pihak tersebut wajib menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan.
Dokumen-dokumen tersebut perlu diserahkan untuk kepentingan audit kepabeanan. Dalam hal, pihak-pihak tersebut tidak menyerahkan dokumen-dokumen yang diminta maka dapat dianggap menghalangi kewenangan audit kepabeanan dan dikenakan sanksi.
Sebagai informasi, pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap importir, eksportir, pengusaha TPS, pengusaha TPB, PPJK, atau pengusaha pengangkutan. Audit kepabeanan ini dilakukan oleh tim audit. Dalam melaksanakan audit kepabeanan, tim audit memiliki 4 wewenang.
Pertama, meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan (data audit).
Kedua, meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain yang terkait.
Ketiga, memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan data audit, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
Keempat, melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
Atas kewenangan tersebut, pihak yang diaudit (auditee) di antaranya diwajibkan untuk menyerahkan data audit. Dalam hal pimpinan auditee tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban tersebut beralih kepada yang mewakilinya.
Adapun audit kepabeanan bukan merupakan audit untuk menilai atau memberikan opini tentang laporan keuangan. Berdasarkan ketentuan, audit kepabeanan dilakukan untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Laporan keuangan diminta dalam kegiatan audit kepabeanan hanya untuk memastikan bahwa pembukuan yang diserahkan memang merupakan pembukuan yang sebenarnya. Selain itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan cukai dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan orang yang berkaitan dengan kepabeanan. (sap)