Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan kontraksi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada semester I/2024 setidaknya dipengaruhi 2 alasan.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar mengatakan alasan utama ialah adanya fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) dan relaksasi penundaan pelunasan pita cukai 90 hari.
"Untuk relaksasi ini membuat penundaan pelunasan cukai hasil tembakau pada Mei-Juni 2024 tercatat senilai Rp26,9 triliun," katanya, dikutip pada Jumat (2/8/2024).
Meski demikian, lanjut Encep, kebijakan relaksasi pelunasan pita cukai tidak akan berpengaruh pada penerimaan CHT pada 2024 karena pengusaha tetap wajib melakukan pelunasan.
Pemerintah memberikan penundaan pelunasan pita cukai selama 90 hari, dari normalnya 2 bulan, untuk membantu pabrikan rokok melonggarkan arus kas, sejalan dengan kebijakan kenaikan tarif cukai. Pelonggaran serupa juga telah diberikan pada 2020 hingga 2023.
PER-2/BC/2024 mengatur penundaan pelunasan pita cukai 90 hari diberikan terhadap pemesanan pita cukai (CK-1) yang diajukan sejak tanggal 1 Maret 2024 hingga 31 Oktober 2024. Untuk jatuh tempo yang melewati 31 Desember 2024, pelunasannya maksimal pada 31 Desember 2024.
Relaksasi penundaan pita cukai selama 90 hari dapat diberikan setelah kepala kantor bea dan cukai menetapkan keputusan pemberian penundaan. Relaksasi ini diberikan berdasarkan permohonan dan perhitungan pagu penundaan yang diajukan.
Perhitungan pagu penundaan sebesar 4,5 kali dari rata-rata nilai cukai paling tinggi berdasarkan pemesanan pita cukai dalam kurun waktu 6 bulan terakhir atau 3 bulan terakhir. Selain itu, pengusaha pabrik juga harus melakukan pembaruan jaminan berdasarkan keputusan pemberian penundaan.
Soal downtrading, Encep menilai perubahan perilaku konsumsi ini turut memengaruhi penerimaan CHT. Produksi rokok golongan 1 menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai. Dalam hal ini, konsumen rokok golongan 1 dan 2 akan beralih pada rokok golongan 3.
Meski demikian, kenaikan konsumsi rokok golongan 3 ini tidak mampu mengompensasi penurunan penerimaan CHT dari golongan 1 dan 2.
Menurutnya, fenomena ini telah berdampak pada penurunan penerimaan CHT dari golongan 1 sekitar Rp4,5 triliun dan golongan 2 sekitar Rp300 miliar.
"Sementara dari golongan 3, hanya menambah [penerimaan] Rp0,1 triliun," ujarnya.
Realisasi cukai pada semester I/2024 tercatat Rp101,79 triliun atau setara dengan 41,37% dari target Rpp246,08 triliun. Realisasi ini mengalami kontraksi 3,88% (yoy). Khusus CHT, realisasinya senilai Rp97,84 triliun atau terkontraksi 4,43%. (rig)