REFORMASI KELEMBAGAAN PENGADILAN PAJAK

Kajian Pemindahan Pengadilan Pajak, Ini Kesimpulan yang Perlu Dipahami

Redaksi DDTCNews
Senin, 16 Juni 2025 | 11.05 WIB
Kajian Pemindahan Pengadilan Pajak, Ini Kesimpulan yang Perlu Dipahami

Buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung oleh DDTC dan LeiP.  

JAKARTA, DDTCNews - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk 'menggeser' kewenangan pembinaan nonteknis atas Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung (MA) memiliki implikasi besar terhadap regulasi eksisting yang mengatur berjalannya Pengadilan Pajak. 

Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 berdampak serius terhadap UU Pengadilan Pajak secara keseluruhan. Mengapa demikian? Untuk dapat seutuhnya mengalihkan kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan (pembinaan nonteknis) ke MA, tidak bisa dilakukan begitu saja tanpa mengubah UU Pengadilan Pajak. 

Konsekuensi yang muncul akibat terbitnya Putusan MK tersebut diulas secara mendalam di buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung yang diterbitkan oleh DDTC. 

Urgensi atas revisi UU Pengadilan Pajak didasarkan pada fakta bahwa kewenangan pembinaan nonteknis dari Departemen Keuangan (Kemenkeu) tidak hanya terdapat dalam rumusan pasal yang dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK semata, tetapi tersebar dalam 10 ketentuan dalam UU Pengadilan Pajak. 

Kesepuluh ketentuan tersebut mulai dari kewenangan pengangkatan ketua, wakil ketua, dan hakim pajak yang diatur dalam Pasal 8 hingga kewenangan pengaturan persyaratan untuk dapat menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak yang diatur dalam Pasal 34. 

"Kesepuluh ketentuan tersebut juga harus mengalami perubahan," bunyi salah satu bagian dalam buku yang disusun berdasarkan hasil kajian Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) tersebut. 

Namun, revisi UU Pengadilan Pajak bukanlah satu-satunya pekerjaan rumah pemerintah yang mendesak untuk dilakukan sejalan dengan pemindahan kewenangan nonteknis Pengadilan Pajak ke MA. 

Guna menjawab permasalahan yang ada, DDTC dan LeIP menyodorkan 8 rekomendasi yang perlu diperhatikan dan pertimbangkan oleh pemangku kepentingan dalam transisi Pengadilan Pajak ke MA. 

Pertama, perubahan legislasi. Seperti yang sudah diulas di atas, pemerintah dan parlemen perlu sepakat untuk melakukan revisi terhadap UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. 

Perubahan dilakukan untuk menyelaraskan ketentuan di dalam UU Pengadilan Pajak dengan sistem satu atap di bawah MA. Revisi UU Pengadilan Pajak juga perlu mengakomodir aturan transisi untuk menjamin kepastian hukum bagi wajib pajak dan para pemangku kepentingan lainnya. 

Kedua, penyusunan organisasi dan administrasi. Pemerintah perlu menata ulang struktur jabatan, memisahkan fungsi sekretariat dan kepaniteraan, serta membuat standardisasi nomenklatur jabatan di bawah MA. 

Ketiga, harmonisasi sistem kepegawaian. Perlu disesuaikan mekanisme seleksi, promosi, dan remunerasi hakim pajak agar sesuai dengan standar hakim lain di bawah MA. 

Keempat, penyesuaian sistem hukum acara. Penyesuaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan penyediaan mekanisme banding untuk meningkatkan akses terhadap keadilan bagi wajib pajak. 

Kelima, penyediaan anggaran, sarana prasarana, dan teknologi informasi. Termasuk, evaluasi apakah sistem e-Tax Court yang saat ini digunakan Pengadilan Pajak akan diintegrasikan dengan sistem e-Court milik MA atau tetap berdiri sendiri. 

Keenam, penguatan kapasitas dan profesionalisme hakim pajak. Perlu dikenalkan sistem seleksi berbasis kompetensi perpajakan dan hukum administrasi negara, serta peningkatan pelatihan bagi para hakim pajak. 

Ketujuh, pengaturan tentang kuasa hukum. Perlu ditetapkan aturan baru tentang syarat dan izin kuasa hukum oleh MA yang menjamin kepastian hukum dan standar kompetensi, serta memastikan hak kuasa hukum yang telah memiliki izin praktik kuasa hukum berlaku pada saat masa transisi dan ketentuan baru diberlakukan. 

Kedelapan, pembentukan tim transisi lintas sektor. Tim ini perlu melibatkan MA, Kementerian Keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan peralihan yang sistematis dan minim risiko. 

Karenanya, guna melaksanakan berbagai rekomendasi di atas, penyesuaian atau revisi terhadap UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak tidak terhindarkan. 

Guna memperdalam diskursus mengenai Pengadilan Pajak, Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera bekerja sama dengan DDTC,LeIP, serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) akan menggelar kuliah umum dan diskusi panel.

Agenda ini mengusung tema Reformasi Kelembagaan Pengadilan Pajak untuk Mencapai Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Independen: Pengalaman Belanda.

Agenda tersebut akan digelar pada Rabu (18/6/2025) pukul 14.00-17.00 WIB. Acara akan digelar secara luring bertempat di Puri Imperium Office Plaza Unit UG 15, Jalan Kuningan Madya Kav. 5-6 Jakarta Selatan, 12980.

Tema yang diusung relevan dengan kondisi pengadilan pajak Indonesia yang sedang dalam masa peralihan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kemenkeu ke MA. Jangan lewatkan! Daftarkan diri Anda pada tautan bit.ly/taxreform-jentera2025.

Tertarik untuk membaca isi buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung secara lengkap? Klik tautan berikut ini untuk mengunduh dokumennya secara gratis! (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.