The 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting G-20 di Brasil. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut mendorong semua yurisdiksi anggota Inclusive Framework untuk segera menyepakati Pilar 1.
Sri Mulyani mengatakan kesepakatan Pilar 1 perlu segera dicapai untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar. Menurutnya, kegagalan pencapaian kesepakatan multilateral dapat menyebabkan tindakan unilateral yang berujung menciptakan pajak berganda dan merugikan ekonomi global.
"Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan," katanya, dikutip pada Senin (29/7/2024).
Pandangan mengenai pentingnya kesepakatan Pilar 1 ini Sri Mulyani sampaikan pada sesi perpajakan internasional dalam 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting G-20 di Brasil, pekan lalu.
Dia juga menyebut seluruh negara perlu menjalin kerja sama internasional dalam pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi.
Pilar 1 dalam perjanjian pajak global bertujuan menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.
Melalui Pilar 1, yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima oleh korporasi multinasional. Adapun residual profit adalah setiap laba korporasi multinasional yang berada di atas laba global sebesar 10%.
Perusahaan multinasional bakal tercakup dalam Pilar 1 bila memiliki pendapatan global di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.
Dalam hal multilateral convention (MLC) sudah ditandatangani, Pilar 1 baru berlaku secara global bila 30% dari negara yang mewakili 60% ultimate parent entity (UPE) telah meratifikasi MLC. (sap)