KEBIJAKAN ENERGI

Apa Tantangan Pengembangan Smelter RI? Ternyata Ketersediaan Listrik

Redaksi DDTCNews
Kamis, 04 Juli 2024 | 13.45 WIB
Apa Tantangan Pengembangan Smelter RI? Ternyata Ketersediaan Listrik

Suasana bongkar muat konsentrat tembaga di Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate (KEK JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Jumat (21/6/2024). ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan tantangan pemerintah dalam mendorong pengembangan fasilitas pemurnian mineral (smelter). Salah satunya, penyediaan tenaga listrik bagi smelter.

Arifin menguraikan bahwa tenaga listrik yang dibutuhkan untuk smelter sangat besar. Mayoritas listrik pun masih dipasok oleh pembangkit listrik batu bara yang menghasilkan emisi cukup besar. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah karena pemerintah juga tengah berupaya menekan produksi gas buang.

"Di Sulawesi sendiri, smelter yang ada disini, mengonsumsi [listrik] kurang lebih 20 GW, dan itu didominasi dari batu bara, jadi kalau dihitung emisi karbonnya ini sekian juta ton, nah ini tentu saja akan menjadi satu tantangan ya buat industri-industri smelter yang ada di sini," ungkap Arifin, dikutip pada Kamis (4/7/2024).

Arifin mengatakan bahwa hal tersebut menjadi tantangan bagi industri smelter. Saat ini dunia tengah gencar menuntut produksi tambang dengan pemanfaatan energi bersih. Eropa misalnya, tengah berpacu untuk mendorong pemakaian energi bersih.

"Mereka [Eropa] sudah mulai menerapkan mekanisme yang disebut Cross Border Carbon Mechanism, nanti di situ ada masalah perpajakan emisi gas CO2 ke depan," imbuhnya.

Melalui penerapan Cross Border Carbon Mechanism, tambah Arifin, nantinya akan ada pengenaan pajak karbon terhadap produksi emis. Hal ini dinilai belum siap diterapkan di Indonesia karena membuat produk industri dalam negeri akan terbebani pajak karbon sehingga akan menjadi mahal dan tidak kompetitif.

Saat ini, pemerintah sedang menyusun rencana untuk bisa menyediakan tenaga listrik melalui sumber energi yang memiliki emisi karbon rendah. Hal tersebut diyakini bukan hal yang mustahil. 

Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar, seperti prospek sumber gas di Blok Masela yang akan berproduksi pada 2030 dengan proyeksi sebanyak 10,5 juta ton LNG per tahun. Kemudian, di Selat Makassar juga ada lapangan miliki ENI yang akan berproduksi pada 2027-2028, serta satu blok di Sumatera Bagian Utara, yakni Blok Andaman.

Potensi besar lain, jelas Arifin, adalah energi matahari dan energi angin. Namun, terbatasnya industri pendukung, membuat pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya dan bayu belum optimal. Potensi lain yang belum dimaksimalkan adalah potensi hidro yang berlokasi di Kalimantan Utara dan Papua.

Dengan memanfaatkan potensi-potensi tersebut, maka produk-produk yang dihasilkan berasal dari energi yang rendah emisi sehingga harganya bisa kompetitif. 

Insentif Pajak untuk Smelter

Pemerintah juga sudah menyiapkan sejumlah insentif pajak bagi pengusaha tambang yang mau membangun fasilitas pemurnian atau smelter. Misalnya, fasilitas tax holiday untuk pembangunan smelter.

Fasilitas tax holiday diberikan selama 5 tahun hingga 20 tahun terhadap wajib pajak badan yang melakukan penanaman modal baru pada industri pionir.

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 130/2020 mendefinisikan industri pionir sebagai industri yang memiliki yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.