Pekerja Pertamina EP Papua Field memeriksa fasilitas pompa angguk di area Lapangan Produksi Migas Klamono di Distrik Klamono, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/ Erlangga Bregas Prakoso/aww/YU
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bakal terus memantau produksi siap jual atau lifting minyak dan gas (migas) yang masih lebih rendah dari target dalam APBN 2024.
Sri Mulyani mengatakan lifting migas yang rendah akan berefek pada penerimaan negara. Misalnya pajak, kinerja PPh migas yang kontraksi hingga Mei 2024 utamanya disebabkan oleh lifting minyak yang rendah.
"Lifting-nya mengalami penurunan. Ini perlu untuk kita perhatikan dari sisi produktivitas minyak dan gas Indonesia," katanya, dikutip pada Jumat (27/6/2024).
Sri Mulyani mengatakan realisasi penerimaan PPh migas hingga akhir Mei 2024 senilai Rp29,31 triliun atau 38,38% dari target. Kinerja ini secara bruto kontraksi 20,64%, sedangkan secara neto minus 20,7%.
Dia menjelaskan kontraksi PPh migas disebabkan oleh lifting yang memang rendah. Padahal, harga migas saat ini relatif stabil serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sedang mengalami pelemahan.
Dampak dari lifting migas yang rendah juga terasa pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) SDA migas. Hingga Mei 2024, realisasinya senilai Rp46 triliun atau sudah 41,8%.
Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi ini mengalami kontraksi 9,9%.
"Ini terutama kontributor dari penurunan ini karena lifting minyak dan gas yang mengalami penurunan," ujarnya.
Saat menjelaskan perkembangan asumsi dasar ekonomi makro, Sri Mulyani pun memaparkan kinerja lifting per Mei 2024 yang tidak mencapai target pada APBN 2024. Realisasi lifting minyak sebanyak 561.900 barel per hari, di bawah target 635.000 barel per hari.
Adapun untuk lifting gas, realisasinya 939.800 barel setara minyak per hari, lebih rendah dari target 1,03 juta barel setara minyak per hari. (sap)