Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah akan terus mewaspadai kinerja ekspor di tengah aktivitas ekonomi global yang sedang melambat.
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan kinerja perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus. Meski demikian, pemerintah tetap perlu menyiapkan langkah antisipasi untuk memperkuat aktivitas ekspor.
"Pemerintah terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor, serta diversifikasi mitra dagang utama," katanya, Kamis (20/6/2024).
Febrio menuturkan ekspor Indonesia pada Mei 2024 mencapai US$22,33 miliar, naik 2,86% dari periode yang sama tahun lalu. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 2,5% dan ekspor migas sebesar 8,44%.
Kenaikan ekspor nonmigas terutama ditopang oleh peningkatan mayoritas komoditas utama seperti besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektrik, serta nikel dan barang turunannya. Sementara itu, kenaikan ekspor migas didorong oleh peningkatan ekspor minyak mentah dan gas alam di tengah penurunan ekspor hasil minyak.
Secara kumulatif, nilai ekspor periode Januari - Mei 2024 tercatat US$104,25 miliar. Negara tujuan ekspor Indonesia paling besar antara lain China, Amerika Serikat, India, dan Jepang.
Di sisi lain, nilai impor Indonesia pada Mei 2024 senilai US$19,40 miliar atau turun 8,83%. Hal ini didorong penurunan mayoritas komoditas utama impor seperti kendaraan dan bagiannya, besi dan baja, mesin dan peralatan mekanik, serta mesin dan perlengkapan elektrik.
Berdasarkan golongan penggunaan barang, penurunan impor terjadi, baik pada barang konsumsi, bahan baku/penolong, maupun barang modal masing-masing sebesar 16,19%, 7,51%, dan 10,13%. Meski mengalami penurunan nilai, volume impor tumbuh 2,54%.
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2024 pun kembali mencatatkan surplus senilai US$2,93 miliar. Data ini sekaligus memperpanjang tren surplus neraca perdagangan Indonesia menjadi 49 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
"Hal ini memberikan indikasi bahwa ketahanan ekonomi kita cukup kuat, tetapi kita harus tetap waspada dan terus memperkuat dukungan kebijakan demi mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan," ujar Febrio. (rig)