Ilustrasi. Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.
JAKARTA, DDTCNews - Industri manufaktur nasional disebut masih cukup solid, meski kinerjanya sedikit menurun. Hal ini tecermin dari capaian purchasing manager's index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2024 yang berada di level 51,2, lebih rendah dari capaian pada April 2024 di angka 52,9.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan aktivitas produksi sektor industri manufaktur sedikit menurun karena anjloknya pesanan dari luar negeri dan juga kekhawatiran pengurangan pesanan dalam negeri pada waktu mendatang. Kondisi ini berkaitan langsung kebutuhan tenaga kerja industri.
"Walaupun PMI kita masih solid dan sehat, tetapi sudah mulai turun. Kami khawatir penurunan ini sebagian disebabkan oleh regulasi yang tidak pro ke pelaku industri, yang dianggap kurang bersahabat dengan sektor manufaktur," kata Febri dalam keterangan pers, dikutip pada Kamis (6/6/2024).
Regulasi yang tidak pro-bisnis itu, salah satunya, adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 yang merelaksasi impor sejumlah komoditas. Kebijakan itu dikhawatirkan akan memengaruhi optimisme pelaku industri domestik.
Kemenperin, ujarnya akan berupaya agar Permendag 8/2024 tidak membawa sentimen negatif yang lebih dalam bagi pelaku industri manufaktur di Indonesia, sehingga PMI bulan depan tidak akan merosot lagi.
"Kami sudah menerima masukan dari banyak asosiasi sektor industri yang menyatakan keberatannya atas penerapan Permendag 8/2024, dan itu pun sudah disampaikan mereka kepada publik oleh masing-masing asosiasi," tuturnya.
Selain karena kebijakan relaksasi impor, merosotnya skor PMI Manufaktur Indonesia juga disebabkan karut-marut dari implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri.
Hal tersebut, menurut Febri, akan membawa dampak penurunan PMI atau kepercayaan diri dari pelaku manufaktur di Tanah Air. Padahal fasilitas HGBT dianggap menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi masuk ke Indonesia.
"Banyak sekali calon investor yang menunggu apakah kebijakan HGBT US$6 per MMBTU untuk industri ini akan dilanjutkan atau tidak? Karena insentif ini sangat menarik bagi mereka, sebagai salah satu kunci untuk bisa berdaya saing," katanya.
Kemenperin merumuskan ada 2 instrumen penting yang dapat menumbuhkan kinerja industri nasional, yakni melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). SNI bisa dipergunakan untuk mengontrol impor dan melindungi industri dalam negeri.
"Selain itu, kita tidak boleh lupa mengenai prinsip-prinsip TKDN. Prinsip pertama bahwa TKDN mendorong dan menumbuh-kembangkan investasi. Kemudian kedua, TKDN menumbuhkan pohon-pohon industri yang masih kosong. Dan, ketiga adalah TKDN memperluas nilai tambah," ungkapnya.
Sebagai informasi, PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 sebetulnya sudah melampaui PMI Manufaktur negara-negara lain. Antara lain, Jerman (45,4), Prancis (46,7), Vietnam (50,3), Jepang (50,4), Taiwan (50,9), Amerika Serikat (50,9), Inggris (51,3), Korea Selatan (51,6), China (51,7), dan Filipina (51,9).
Menanggapi capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024, Paul Smith selaku Economics Director S&P Global Market Intelligence mengatakan bahwa data survei bulan Mei menunjukkan kinerja solid di sektor manufaktur Indonesia. Hal ini didorong oleh perolehan output dan permintaan baru.
"Permintaan pasar juga bertahan positif, meski sebagian besar didukung oleh klien domestik karena manufaktur global terus menunjukkan penurunan kinerja untuk permintaan ekspor baru," jelasnya. (sap)