Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang menyampaikan SPT dengan status merugi atau SPT yang menyatakan kelebihan pembayaran akan masuk dalam prioritas pemeriksaan. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (8/5/2024).
Bukan tanpa sebab, kedua kriteria SPT tersebut masuk daftar prioritas pemeriksaan Ditjen Pajak (DJP). Hal ini dikarenakan terdapat uang pajak yang harus dikembalikan DJP kepada wajib pajak yang melaporkan SPT tersebut.
"Itu bagian dari skala prioritas karena memang ada yang harus dikembalikan. Jadi, melegitimasi dan memvalidasi. Apakah benar hak wajib pajak tersebut akan dikembalikan kepada wajib pajak?" kata Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian.
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/2013 s.t.d.t.d PMK No. 18/2021, pemeriksaan atas wajib pajak yang menyampaikan SPT lebih bayar ataupun SPT yang menyatakan rugi bisa berupa pemeriksaan lapangan ataupun pemeriksaan kantor.
Selain memprioritaskan pemeriksaan atas wajib pajak yang menyatakan lebih bayar ataupun rugi, DJP juga akan memprioritaskan pemeriksaan atas kekurangan pembayaran pajak yang akan daluwarsa penetapan.
"Ada daluwarsa penetapan selama 5 tahun. Jadi, ada bagian dari kewenangan DJP untuk melakukan pemeriksaan atas wajib pajak-wajib pajak yang memang dirasa ada potensi yang belum dilakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya," tutur Iqbal.
Selain isu prioritas pemeriksaan, terdapat pula ulasan mengenai target rasio pajak (tax ratio) pada 2025. Selain itu, ada juga ulasan terkait dengan kepatuhan formal wajib pajak, target defisit APBN 2025, dan pembiayaan pemerintah daerah.
Pemeriksaan kekurangan pembayaran pajak yang akan daluwarsa penetapan tercantum dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-9/PJ/2023. Merujuk pada surat edaran tersebut, DJP memprioritaskan pengawasan dan pemeriksaan atas data konkret.
Data konkret didefinisikan sebagai data yang diperoleh atau dimiliki DJP yang hanya memerlukan pengujian sederhana untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak. Contoh, faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
SE-9/PJ/2023 juga mengatur apabila data konkret akan daluwarsa penetapan dalam waktu 90 hari atau kurang, DJP dapat langsung melakukan pemeriksaan tanpa diawali dengan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (P2DK) terlebih dahulu. (DDTCNews)
Pemerintah dalam dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 menargetkan rasio penerimaan perpajakan sebesar 11,2%-12% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan target tersebut masih berupa rancangan awal yang akan disampaikan kepada DPR. Namun, pemerintah berupaya meningkatkan tax ratio sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi tetap kuat pada 2024.
"Pertumbuhan penerimaan negara seharusnya kurang lebih sama dengan pertumbuhan PDB nominal atau bahkan lebih baik," ujarnya. (DDTCNews)
DJP mencatat terdapat 1,04 juta wajib pajak badan yang sudah melaporkan SPT Tahunan hingga 30 April 2024.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan jumlah tersebut tumbuh 10,66% dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun lalu. Pelaporan sebagian besar SPT dilakukan secara elektronik.
“Penyampaian SPT yang dilaporkan wajib pajak badan sebagian besar melalui sarana elektronik dengan perincian 28.059 SPT melalui e-filing, 934.860 SPT melalui e-form, dan 10 SPT melalui e-SPT. Sisanya, 81.982 SPT disampaikan secara manual ke KPP,” katanya. (DDTCNews)
BKF menegaskan disiplin fiskal Indonesia akan tetap terjaga meski defisit APBN 2025 dirancang mencapai 2,45%-2,8% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan Indonesia telah dikenal sebagai negara yang mampu menjaga disiplin fiskalnya. Menurutnya, disiplin fiskal akan menjadi modal penting bagi negara untuk menghadapi perekonomian global yang makin menantang.
"Untuk defisit ini tentunya tidak terlepas dari pemerintah Indonesia sudah bertahun-tahun ini kita kedepankan disiplin fiskal," katanya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mengingatkan pemda untuk melakukan pembiayaan kreatif (creative financing) secara hati-hati.
Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman mengatakan terdapat berbagai skema creative financing yang dapat dipilih sesuai kebutuhan setiap pemda. Menurutnya, pemerintah pusat akan mendukung pemda melakukan creative financing guna mengakselerasi pembangunan di daerah.
"Kita sudah membuka jendela, pintu, buat Bapak-Ibu sekalian [pemda] untuk melakukan pembiayaan pinjaman, penerbitan obligasi, sukuk daerah, KPBU, dan seterusnya. Tetapi tolong tetap hati-hati, tetap prudent," ujarnya. (DDTCNews) (rig)