Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai senilai Rp69 triliun pada kuartal I/2024. Realisasi ini setara 21,5% dari target pada APBN 2024 senilai Rp321 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi ini mengalami kontraksi sebesar 4,5% dibandingkan dengan periode yang sama 2023. Menurutnya, kontraksi penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut antara lain karena terdampak pelemahan ekonomi global dan penurunan produksi rokok.
"[Penerimaan] bea cukai kita dalam hal ini juga tergambarkan dampaknya dari kondisi global," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Sabtu (27/4/2024).
Sri Mulyani mengatakan realisasi cukai pada kuartal I/2024 senilai Rp53 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 6,9%. Realisasi ini juga setara dengan 21,5% dari target APBN.
Dia kemudian memerinci realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mengalami kontraksi 7,3%. Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi pada November-Desember 2023 sebesar sebesar 1,7%, sejalan dengan kebijakan pengendalian konsumsi rokok.
Sementara untuk minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol realisasinya masing-masing tumbuh 6,6% dan 16,2%. Pertumbuhan ini terjadi sejalan dengan pertumbuhan produksi kedua barang kena cukai tersebut.
Dari sisi bea masuk, dia menjelaskan realisasinya senilai Rp11,8 triliun pada kuartal I/2024 atau setara 20,6% dari target APBN. Dibandingkan dengan periode yang sama 2023, realisasi ini minus 3,6%.
Kinerja penerimaan bea masuk antara lain dipengaruhi oleh impor bertarif 0% yang tumbuh, termasuk juga pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) yang makin meningkat. Kondisi ini mengakibatkan rata-rata tarif efektif bea masuk juga turun.
Selain itu, penerimaan bea masuk dari komoditas utama juga turun, di antaranya kendaraan roda 4 dan suku cadang, gas alam dan buatan, serta mesin penambangan dan konstruksi.
Adapun untuk bea keluar, Sri Mulyani menjelaskan realisasinya pada kuartal I/2024 senilai Rp4,2 triliun atau setara 23,7% dari target APBN. Bea keluar mampu tumbuh sebesar 37% dibandingkan dengan periode yang sama 2023.
Menurutnya, penerimaan bea keluar utamanya dipengaruhi oleh ekspor tembaga yang bea keluarnya tumbuh 530,9% karena relaksasi ekspor komoditas tersebut.Sementara pada bea keluar sawit, realisasinya turun 68,8%.
"Karena harga sawit masih di bawah, yaitu sebesar US$787 per metrik ton. Untuk volume sawit juga mengalami penurunan 13,7%," ujarnya. (sap)