Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyatakan rugi bisa menjadi dasar bagi Ditjen Pajak (DJP) melakukan pemeriksaan. Topik ini mendapat cukup sorotan dari netizen selama sepekan terakhir.
Isu soal SPT kembali hangat karena periode pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak badan hanya tersisa sepekan lagi. Sesuai dengan UU KUP, periode pelaporan SPT Tahunan pajak penghasilan (PPh) badan berakhir pada 30 April setiap tahunnya.
“Pemeriksaan dilakukan terhadap salah satunya wajib pajak [yang] menyampaikan SPT yang menyatakan rugi. Jika SPT menyatakan rugi maka dapat dilakukan pemeriksaan sesuai dengan PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/2021,” sebut Kring Pajak.
Berdasarkan Pasal 5 ayat 4 PMK 17/2013 s.t.d.t.d PMK 18/PMK.03/2021, pemeriksaan dengan kriteria wajib pajak menyampaikan SPT yang menyatakan rugi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kantor atau pemeriksaan lapangan.
Sebagai informasi, pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.
Sementara itu, pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Ditjen Pajak (DJP). Dalam pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, terdapat beberapa kewajiban yang harus dilakukan pemeriksa pajak.
Baca artikel lengkapnya, 'SPT Nyatakan Rugi, Wajib Pajak Dapat Diperiksa di Kantor atau Lapangan'.
Selain artikel soal SPT, ada pula bahasan mengenai pemajakan atas bunga tabungan, aturan izin usaha simpan pinjam koperasi yang terbaru, pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara sebagai salah satu program kerja presiden terpilih Prabowo Subianto, dan ketentuan soal natura.
SPT yang menyatakan lebih bayar bisa menjadi dasar bagi dirjen pajak melakukan pemeriksaan. Kendati begitu, SPT lebih bayar bukan kriteria satu-satunya dilakukannya pemeriksaan.
Kriteria lainnya adalah SPT yang menyatakan rugi. Kendati tidak lebih bayar, selama SPT menyatakan rugi maka DJP bisa melakukan pemeriksaan.
"Betul, [walaupun SPT Badan tidak lebih bayar, tapi SPT tetap menyatakan rugi], Dirjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan," cuit contact center DJP saat menjawab pertanyaan netizen. (DDTCNews)
Penghasilan berupa bunga tabungan dikenai pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif 20%, kecuali jumlah tabungannya Rp7,5 juta ke bawah. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 131/2000 s.t.d.t.d PP 123/2015.
Pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan dilakukan oleh bank yang membayarkan bunga. Kendati bebas pajak, keuntungan dari bunga tabungan yang jumlahnya Rp7,5 juta ke bawah masih tetap perlu dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
"Silakan input penghasilan dari bunga tabungan tersebut pada Lampiran IV Bagian A di Formulir 1771 SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai PPh terutangnya 0 [nol] ya," cuit contact center Ditjen Pajak (DJP) saat menjawab pertanyaan netizen. (DDTCNews)
Menteri koperasi dan usaha kecil dan menengah (Menkop UKM) menetapkan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi sebagai kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi.
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Permenkop UKM 8/2023, koperasi simpan pinjam (KSP)/KSP dan pembiayaan syariah (KSPPS) serta unit simpan pinjam (USP) koperasi/USP dan pembiayaan syariah (USPPS) koperasi wajib memiliki izin usaha simpan pinjam.
“Perizinan berusaha dengan tingkat risiko tinggi … berupa nomor induk berusaha dan izin,” bunyi penggalan Pasal 6 ayat (3) Permenkop UKM 8/2023. (DDTCNews)
Pemerintah memasukkan rencana pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dalam dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Dalam dokumen tersebut, pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara menjadi upaya pemerintah dalam membenahi kelembagaan perpajakan. Harapannya, penerimaan perpajakan dapat meningkat lebih besar lagi ke depannya.
"Upaya meningkatkan penerimaan perpajakan dilakukan untuk mencapai target rasio penerimaan perpajakan ... melalui (1) pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara," bunyi dokumen rancangan awal RKP 2025. (DDTCNews)
DJP persilakan wajib pajak untuk membebankan imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan sebagai biaya.
Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan biaya yang timbul akibat pemberian natura dan kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan dan jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M).
"Silakan wajib pajak ketika ada pengeluaran terkait natura dan kenikmatan, silakan dibebankan. Namun demikian, semuanya harus terkait dengan 3M," ujar Yudha dalam Tax Live. (DDTCNews) (sap)