Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno (kedua kanan) didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam Ardiwinata (tengah) mengunjungi salah satu stand Wonderfood Bazar Ramadhan dan Art saat kunjungannya di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (30/3/2024). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) meyakini kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan tidak menimbulkan dampak negatif bagi sektor pariwisata.
Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan kenaikan tarif PPN sesungguhnya telah diterapkan secara bertahap. Oleh karena itu, sambungnya, dampaknya terhadap kinerja sektor pariwisata diyakini tidak terlalu signifikan.
"Ini telah kita lakukan secara bertahap dan Insyaallah dampaknya tidak terlalu menimbulkan gejolak," katanya, dikutip pada Minggu (31/3/2024).
Sandi menuturkan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) telah menghitung dampak dari kenaikan tarif PPN dari 10% ke 11% pada April 2022. Hasilnya, kenaikan tarif PPN tidak terlalu berdampak terhadap hotel dan restoran.
Sebaliknya, dia memandang kenaikan tarif PPN justru akan memperkuat postur fiskal pemerintah dan mendorong geliat ekonomi nasional.
"Dunia usaha tidak perlu khawatir karena kami telah menghitung dengan cermat PPN di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif," ujarnya.
Sebagai informasi, kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% ke 11% pada April 2022 lalu menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025 telah termuat dalam UU PPN s.t.d.t.d UU/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Meski diamanatkan naik, pemerintah sesungguhnya memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% lewat peraturan pemerintah (PP). Tarif bisa diubah lewat PP setelah dibahas bersama dengan DPR pada saat penyusunan RAPBN.
Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% ke 12% akan diterapkan dengan mempertimbangkan transisi pemerintahan dan faktor ekonomi.
"Berkenaan dengan adanya transisi pemerintahan, oleh karena itu perlu fatsun politik untuk mengomunikasikan terkait dengan tarif PPN yang 12% ini," tuturnya beberapa waktu yang lalu. (rig)