Ilustrasi
JAKARTA, DDTCNews - Pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dapat dilakukan atas masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, baik yang belum maupun telah diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP).
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) PMK 177/2022, jika telah diterbitkan SKP, pemeriksaan bukper dapat dilakukan atas data yang memuat dugaan tindak pidana di bidang perpajakan selain yang termuat dalam SKP.
“Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan apabila belum melampaui daluwarsa sesuai yang diatur pada Pasal 40 UU KUP, yaitu 10 tahun [Pasal 4 ayat (3) PMK 177/2022],” tulis contact center Ditjen Pajak (DJP) saat merespons pertanyaan warganet di media sosial X, dikutip pada Selasa (26/3/2024).
Berdasarkan pada Pasal 40 UU KUP, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan penuntutan setelah lampau waktu 10 tahun sejak sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
“Penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan daluwarsa 10 tahun ... Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi wajib pajak, penuntut umum, dan hakim,” bunyi Penjelasan Pasal 40 UU KUP.
Adapun yang dimaksud dengan penuntutan adalah penyampaian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau kepada terlapor.
Sesuai dengan UU KUP, bukper adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang/telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Kemudian, pemeriksaan bukper adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. (kaw)