KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Dukung Gubernur DKJ Tetap Dipilih, Bukan Ditunjuk

Muhamad Wildan
Rabu, 13 Maret 2024 | 12.15 WIB
Pemerintah Dukung Gubernur DKJ Tetap Dipilih, Bukan Ditunjuk

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) di Jakarta, ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/nym.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan pemerintah tidak memiliki rencana untuk mengubah ketentuan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Tito mengatakan pemerintah mendukung gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta tetap dipilih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti saat ini.

"Sikap pemerintah tegas, tetap pada posisi dipilih atau tidak berubah sesuai dengan yang sudah dilaksanakan saat ini. Bukan ditunjuk," katanya dalam rapat pembahasan RUU DKJ bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (13/3/2024).

Tito menuturkan pemerintah sedari awal tidak memiliki rencana untuk menetapkan gubernur dan wakil gubernur DKJ lewat mekanisme penunjukan.

"Dari awal dalam draf kami, draf pemerintah, sikapnya sama. Dipilih, bukan ditunjuk," ujarnya.

Terkait dengan rencana pembentukan Dewan Aglomerasi yang tercantum dalam RUU DKJ, Tito menuturkan pembentukan dewan tersebut sesungguhnya merupakan ide lama.

Wacana membentuk Dewan Aglomerasi mencuat mengingat Jakarta telah menyatu dengan kabupaten atau kota di sekitarnya. Menurut Tito, wacana pembentukan dewan muncul pada April 2022 dalam berbagai pembahasan dan focus group discussion (FGD).

"Dalam berbagai pembahasan dan FGD, di situ muncul topik tentang pentingnya harmonisasi dalam pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, yaitu Jakarta dan kota satelit di sekitarnya, karena sudah menjadi satu kesatuan," tuturnya.

Tito menambahkan Jakarta juga tidak memiliki batas alam dengan kabupaten/kota sekitarnya. Selain itu, Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya juga menghadapi permasalahan yang sama, mulai dari kemacetan, banjir, polusi, hingga migrasi penduduk.

"Untuk itu, ada berbagai istilah yang saat itu muncul, apakah membentuk Kawasan Metropolitan Jabodetabekjur, atau megapolitan, atau aglomerasi," katanya.

Rencana untuk membentuk kawasan metropolitan atau megapolitan pada akhirnya banyak ditentang karena terkesan akan menggabungkan seluruh daerah di Jabodetabek menjadi 1 daerah baru.

"Sehingga akhirnya disepakati saja saat itu disebut kawasan aglomerasi. Tidak ada keterikatan dalam masalah administrasi pemerintahan, tapi ini adalah kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya," ujar Tito. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.