Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengimbau pemda untuk memperkuat basis data pajak daerah dan retribusi daerah.
Menurut Kepala Subdirektorat Pendapatan Daerah Wilayah III Kemendagri Ihsan Dirgahayu, basis data yang kuat diperlukan untuk mengoptimalkan pendapatan asli daerah.
"Setelah ada database, kebijakan pemerintah adalah memutakhirkan database. Jangan-jangan database yang ada itu 3 tahun lalu, masih dipakai terus," ujar Ihsan, Rabu (28/2/2024).
Ihsan mengatakan basis data yang kuat dapat dimanfaatkan untuk menetapkan kebijakan penganggaran, mulai dari saat pembahasan RAPBD dan saat melakukan perubahan APBD pada tahun berikutnya.
Target pendapatan asli daerah yang didasari oleh basis data perpajakan yang kuat akan memberikan kepastian terhadap pelaksanaan anggaran, termasuk dalam hal pelaksanaan belanja daerah.
"Kemarin banyak di provinsi ternyata target penerimaannya tidak tercapai 100%, belanjanya yang direncanakan 100% juga tidak bisa dibayarkan. Sementara, beberapa belanja ini telah didasarkan pada kontrak. Artinya, kewajiban dalam kontrak tidak dibayarkan sehingga menjadi utang di tahun berikutnya," ujar Ihsan.
Utang yang timbul akibat tidak dicairkannya pembayaran sebagaimana dimaksud dalam kontrak berpotensi menimbulkan denda yang harus dibayar oleh pemda kepada rekanan.
"Ketika kewajiban harus dibayar 100, ternyata kas daerah kosong karena penerimaan tidak tercapai dan harus dibayar tahun depan, ada persentase penambahan kewajiban yang akan keluar. Berarti ada uang keluar lebih dari yang seharusnya akibat tidak tercapainya penerimaan," ujar Ihsan.
Agar hal ini tidak terjadi, pemda mau tidak mau harus mengoptimalkan potensi penerimaan pajak di daerahnya berdasarkan basis data yang terus diperbarui secara periodik.
Untuk diketahui, Pasal 102 UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) telah mewajibkan pemda untuk menetapkan target pajak daerah sesuai dengan potensi.
"Penganggaran pajak dan retribusi dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit kebijakan makroekonomi daerah; dan potensi pajak dan retribusi," bunyi Pasal 102 ayat (1) UU HKPD.
Kebijakan makroekonomi daerah yang dimaksud meliputi struktur ekonomi daerah, proyeksi pertumbuhan ekonomi daerah, ketimpangan pendapatan, indeks pembangunan manusia, kemandirian fiskal, tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta daya saing daerah. (sap)