Warga menggunakan perahu melintasi Sungai Bengawan Solo yang tercemar limbah alkohol dan tekstil di dekat Instalasi Pengolahan Air (IPA) Stasiun Jurug Solo, Jawa Tengah, Minggu (17/11/2023). ANTARAFOTO/Maulana Surya/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui pinjaman senilai US$419,6 juta atau sekitar Rp6,66 triliun kepada Indonesia untuk mendukung pelaksanaan proyek sanitasi inklusif.
Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga mengatakan proyek tersebut menjadi salah satu proyek sanitasi inklusif terbesar di Indonesia yang didukung oleh ADB hingga saat ini. Menurutnya, proyek itu juga selaras dengan inisiatif komprehensif ADB untuk mengatasi perubahan iklim.
"ADB senang dapat terus bekerja sama dengan Indonesia untuk memperluas akses terhadap layanan sanitasi yang lebih baik, yang merupakan kunci bagi penduduk yang sehat dan produktif," katanya, Rabu (31/1/2024).
Tominaga mengatakan proyek sanitasi inklusif akan membantu Indonesia memperluas akses terhadap layanan sanitasi yang tahan terhadap perubahan iklim, memadai, dan dikelola dengan aman. Proyek ini akan dilaksanakan di Mataram, Pontianak, dan Semarang.
ADB mencatat sekitar 77% rumah tangga di Indonesia telah memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar, tetapi hanya 7% rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang dikelola dengan aman. Maksudnya, limbah rumah tangga dibuang secara aman ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk diproses lebih lanjut.
Dengan banyaknya rumah tangga di kota-kota industri yang memiliki saluran pembuangan air limbah tidak memadai dan rentan banjir, pencemaran air tanah dan risiko lingkungan dan kesehatan sering terjadi.
Dia menjelaskan proyek ini bertujuan memperkuat sistem sanitasi bagi sekitar 2,5 juta orang di Mataram, Pontianak, dan Semarang. Proyek tersebut dirancang berdasarkan prinsip sanitasi inklusif di seluruh kota, yang memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap layanan sanitasi yang ditangani secara tepat dengan mengintegrasikan sistem saluran air limbah dan nonsaluran air limbah.
Proyek ini ditargetkan mampu meningkatkan dan memperluas sistem sanitasi yang ada dengan membangun IPAL dengan kapasitas harian gabungan sebesar 57.000 meter kubik dan sekitar 200 kilometer jaringan saluran pembuangan.
Desain proyek juga telah mempertimbangkan berbagai risiko iklim dan bencana antara lain dengan membuat struktur yang ditinggikan untuk melindungi IPAL dari banjir di masa depan, menerapkan sistem drainase di lokasi IPAL untuk mengelola volume air hujan, serta memasang pemecah ombak untuk memitigasi dampak air pasang dan banjir.
"Selain itu, proyek ini akan memusatkan upaya untuk meningkatkan fasilitas pengelolaan lumpur tinja, memperkuat kerangka kerja peraturan, dan meningkatkan efisiensi operasional operator layanan sanitasi di berbagai bidang seperti tata kelola, digitalisasi, dan manajemen aset," kata Tominaga. (sap)