BERITA PAJAK HARI INI

Ini Dampak TER PPh Pasal 21 ke Pemotongan dan Pengawasan Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 18 Januari 2024 | 09.17 WIB
Ini Dampak TER PPh Pasal 21 ke Pemotongan dan Pengawasan Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Penerapan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 mampu menekan kompleksitas yang dihadapi, baik pemotong maupun otoritas. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/1/2024).

Otoritas menilai dengan adanya tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21 sesuai dengan PP 58/2023 dan PMK 168/2023, pemberi kerja dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan cara lebih sederhana. Hal ini juga akan menekan cost of compliance.

"Nature negatif dari withholding tax adalah meningkatkan biaya bagi withholder. Itu yang terjadi sebelum PP 58/2023," kata Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Syarif Ibrahim Busono Adi.

Sebelum PP 58/2023 berlaku, potensi terjadinya kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemotong sangat tinggi. Kesalahan pemotongan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pengenaan sanksi administratif.

Menurut Syarif, selama ini perusahaan memilih untuk mengembangkan sistem payroll yang tergolong kompleks agar dapat terhindar dari kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 dan pengenaan sanksi administratif.

Selain mengenai TER PPh Pasal 21, ada pula ulasan terkait dengan evaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) pajak dan retribusi daerah. Kemudian, ada juga bahasan tentang pengumuman dari Ditjen Pajak (DJP) mengenai waktu henti sementara aplikasi.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Pengawasan oleh Otoritas Pajak

Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Syarif Ibrahim Busono Adi mengatakan adanya TER PPh Pasal 21 juga menyederhanakan dan mempersingkat proses pengawasan bagi otoritas pajak.

"Misal AR (account representative) atau auditor ketika melakukan penelitian itu juga membutuhkan waktu dan menciptakan kompleksitas tersendiri," ujar Syarif.

Syarif menuturkan pengawasan atas kepatuhan pemotongan PPh Pasal 21 nantinya didukung coretax administration system (CTAS). Pasalnya, CTAS mampu mengintegrasikan seluruh data yang tersedia. Wajib pajak juga mendapatkan kemudahan karena ada fitur pengisian SPT secara prepopulated.

"Data dari pemotong terkumpul dengan cepat, bisa dimonitor dengan mudah, dan ujungnya nanti untuk wajib pajak orang pribadi bisa disiapkan lewat prepopulated SPT,” katanya. (DDTCNews)

Raperda Pajak dan Retribusi Daerah

Pemerintah pusat telah mengevaluasi raperda terkait dengan pajak dan retribusi daerah dari seluruh pemda di Indonesia. Namun, terdapat sebagian kecil raperda yang baru dikirimkan ke pusat pada Januari 2024. Akibatnya, ada beberapa raperda yang terlambat dievaluasi.

"Batasnya harusnya Desember itu kelar semua karena setelah raperda dievaluasi Kemenkeu dan Kemendagri perlu disinkronisasi. Sampai dengan saat ini semua raperda sudah dievaluasi, meski ada yang lewat," ujar Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati.

Hingga saat ini, hanya ada 1 raperda yang masih belum diundangkan, yakni raperda pajak daerah dan retribusi Kabupaten Nduga. Karena Kabupaten Nduga belum mengundangkan raperdanya, kabupaten tersebut belum bisa memungut pajak daerah dan retribusi daerah.

"Kabupaten itu tidak boleh melakukan pemungutan pajak. Kembali ke UUD 1945, memungut pajak itu harus dengan undang-undang. Undang-undang ditindaklanjuti dengan penetapan perda," ujar Lydia. (DDTCNews)

Layanan Aplikasi DJP

DJP mengumumkan adanya pemeliharaan infrastruktur TIK. Oleh karena itu, seluruh layanan aplikasi DJP, kecuali situs web pajak.go.id, tidak dapat diakses sementara waktu pada Minggu, 21 Januari 2024 pukul 06.00 WIB hingga Senin, 22 Januari 2024 pukul 05.00 WIB.

“Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Demikian disampaikan agar masyarakat pengguna layanan DJP dapat mengantisipasi pada rentang waktu tersebut,” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk kembali menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 6%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility 6,75%. Keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah.

"Serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.