Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) mencatat pemerintah sudah mengevaluasi rancangan peraturan daerah (raperda) dari seluruh pemda di Indonesia.
Meski demikian, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan terdapat sebagian kecil raperda yang baru dikirimkan ke pusat pada Januari 2024. Akibatnya, ada beberapa raperda yang terlambat dievaluasi.
"Batasnya harusnya Desember itu kelar semua karena setelah raperda dievaluasi Kemenkeu dan Kemendagri perlu disinkronisasi. Sampai dengan saat ini semua raperda sudah dievaluasi, meski ada yang lewat," ujar Lydia, Selasa (16/1/2024).
Hingga saat ini, hanya ada 1 raperda pajak daerah dan retribusi daerah yang masih belum diundangkan, yakni raperda pajak daerah dan retribusi untuk Kabupaten Nduga.
Oleh karena Kabupaten Nduga belum mengundangkan raperdanya, kabupaten tersebut belum bisa memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
"Kabupaten itu tidak boleh melakukan pemungutan pajak. Kembali ke UUD 1945, memungut pajak itu harus dengan undang-undang. Undang-undang ditindaklanjuti dengan penetapan perda," ujar Lydia.
Lebih lanjut, Lydia menerangkan pemungutan pajak daerah tidak boleh dilakukan berdasarkan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang tersebut telah dicabut dan pemungutan pajak daerah dilaksanakan sesuai dengan UU HKPD mulai 5 Januari 2024.
Untuk diketahui, raperda pajak daerah yang sudah disetujui DPRD harus disampaikan kepada Kemenkeu dan Kemendagri paling lama 3 hari kerja sejak tanggal persetujuan.
Kemendagri bakal menguji kesesuaian raperda dengan UU HKPD, kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi, sedangkan Kemenkeu akan menguji kesesuaian raperda dengan kebijakan nasional.
Bila kedua instansi telah memberikan persetujuan terhadap raperda PDRD, pemda dapat mengundangkan raperda tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (sap)