Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penghitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris kini dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan dan tidak dihitung secara kumulatif.
Ketentuan itu merupakan salah satu skema penghitungan PPh Pasal 21 yang dirilis oleh pemerintah. Adapun ketentuan baru penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur yang diterima diperoleh anggota dewan komisaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) PMK 168/2023.
“PPh Pasal 21 yang wajib dipotong bagi anggota dewan komisaris…yang menerima atau memperoleh penghasilan secara tidak teratur…yaitu sebesar tarif efektif bulanan…dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) [penghasilan bruto],” bunyi pasal 16 ayat (1), dikutip pada Senin (15/1/2024).
Hal ini berarti besaran PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan tidak teratur yang diterima anggota dewan komisaris kini dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan dalam 1 masa pajak.
Sebagai informasi, penghasilan yang bersifat tidak teratur merupakan penghasilan selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya. Penghasilan tidak teratur yang diterima anggota dewan komisaris antara lain berupa honorarium.
Berikut contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur komisaris:
Tuan Bayhaqi adalah seorang komisaris di PT Kabanti. Selama 2024, Tuan Bayhaqi hanya menerima penghasilan dari PT Kabanti pada Desember 2024, yaitu honorarium sebesar Rp60 juta. Tuan Bayhaqi berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan (TK/ 0).
Berdasarkan status PTKP TK/0 dan jumlah bruto honorarium sebesar Rp60 juta maka besaran PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima Tuan Bayhaqi pada Desember 2024 dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A, yaitu dengan tarif sebesar 20%.
Alhasil, besaran pemotongan PPh Pasal 21 atas honorarium yang diterima atau diperoleh Tuan Bayhaqi pada Desember 2024 sebesar 20% x Rp60.000.000 = Rp12.000.000. Ketentuan penghitungan ini juga berlaku bagi anggota dewan pengawas.
Penghitungan itu berbeda jika disandingkan dengan ketentuan sebelumnya dalam PMK 252/2008 dan Perdirjen Pajak No. PER 16/PJ/2016.
Sebelumnya, honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama, dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 dikalikan jumlah penghasilan bruto kumulatif.
Kumulatif berarti apabila dalam satu tahun kalender yang bersangkutan menerima penghasilan lebih dari satu kali maka penghitungan PPh 21 bagi penghasilan yang diterima untuk kedua kalinya dan seterusnya ditambah (diakumulasikan) dengan penghasilan yang diterima sebelumnya. (rig)