PERDAGANGAN KARBON

RI Hadapi Sejumlah Tantangan Optimalkan Perdagangan Karbon, Apa Saja?

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 16 Desember 2023 | 17.45 WIB
RI Hadapi Sejumlah Tantangan Optimalkan Perdagangan Karbon, Apa Saja?

Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). Pemerintah menyiapkan program percepat pensiun PLTU sebagai langkah menurunkan emisi karbon guna mencapai target netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/YU

JAKARTA, DDTCNews - Perdagangan karbon menjadi salah satu instrumen penting untuk mengurangi risiko perubahan iklim dan meningkatkan perekonomian nasional. 

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai potensi perdagangan karbon yang terbuka, tidak hanya terbatas pada perdagangan karbon di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Namun, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam mengoptimalkan perdagangan karbon. 

"Masih ada beberapa regulasi pendukung yang belum selesai, seperti regulasi terkait dengan perdagangan karbon luar negeri dan pajak karbon. KSP akan mengundang kementerian/lembaga terkait untuk merampungkan soal itu," kata Moeldoko, dikutip pada Sabtu (16/12/2023). 

Moeldoko mengamati capaian nilai perdagangan di bursa karbon Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terang dia, sejak bursa karbon resmi diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 29 September 2023 hingga November 2023, nilai perdagangan karbon yang terealisasi senilai Rp30,7 miliar dengan volume perdagangan 490.716 ton setara karbondioksida (CO2e).

"Kita harus kerja lebih untuk meningkatkannya. KSP dan OJK siap mengawal," katanya. 

Pemerintah sendiri meyakini Indonesia bisa menjadi salah satu pemain utama dalam perdagangan karbon dunia. Salah satu alasannya, komitmen untuk menekan laju deforestasi yang terus dijalankan oleh pemerintah.

Upaya menutup celah deforestasi ini, yang terbaru, didukung melalui pendanaan yang dikucurkan oleh pemerintah Norwegia. Pendanaan tersebut membantu pemerintah Indonesia meningkatkan kapasitas dan sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan perdagangan karbon.

"Kelanjutan kontribusi pemerintah Norwegia terhadap kinerja penurunan deforestasi membuka peluang Indonesia menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon global," kata Moeldoko

Penurunan angka deforestasi memang berkorelasi positif terhadap perdagangan karbon. Secara sederhana, ujar Moeldoko, penurunan angka deforestasi bisa membuat harga kredit karbon menjadi lebih rendah, ketersediaan kredit karbon menjadi lebih berlimpah, dan kepercayaan pelaku pasar terhadap perdagangan karbon meningkat.

Sebagai informasi, melalui World Climate Action Summit (WCAS) COP28 Dubai pada awal Desember 2023, pemerintah Indonesia mendapatkan kelanjutan kontribusi pemerintah Norwegia senilai US$100 juta dalam skema result based payment untuk kinerja penurunan deforestasi periode 2017/2018 dan 2018/2019.

Sebelumnya, pada Oktober 2022, pemerintah Norwegia juga telah memberikan kontribusinya sebesar US$56 juta untuk periode 2016/2017 melalui BPDLH. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.