Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim pencantuman nomor induk kependudukan (NIK) dalam bukti potong atau faktur pajak tidaklah melanggar privasi wajib pajak.
Ketua Subtim Analis Bisnis 1a Tim Pelaksana PSIAP DJP Andik Tri Sulistyono mengatakan pemberian NIK untuk pemotongan atau pemungutan pajak tidak bertentangan dengan UU 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Pemberian informasi NIK oleh orang pribadi dalam rangka pemotongan atau pemungutan pajak tidak melanggar kerahasiaan atau privasi data individu yang bersangkutan karena itu diberikan untuk kepentingan perpajakan," katanya, dikutip pada Jumat (24/11/2023).
Merujuk pada Pasal 15 ayat (1) UU PDP, hak-hak subjek data pribadi yang dikecualikan salah satunya untuk kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara.
Berdasarkan ayat penjelas, yang dimaksud dengan kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara adalah penyelenggaraan administrasi kependudukan, jaminan sosial, perpajakan, kepabeanan, dan pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
"Ini menjawab pertanyaan di publik kalau saat bertransaksi dengan pihak lain ada individu yang tidak bersedia memberikan data NIK ke pemotong," ujar Andik.
Untuk itu, bukti potong dan faktur pajak nantinya harus mencantumkan NIK yang valid, pemotong atau pemungut pajak harus mengambil langkah persuasif ataupun tindakan lain agar orang pribadi yang menjadi lawan transaksi mau memberikan NIK-nya.
Jika NIK tidak dicantumkan, bukti potong atau faktur pajak tidak dapat di-generate oleh sistem yang baru yaitu coretax administration system. Pemotong pajak tidak bisa lagi membuat bukti potong tanpa NPWP dan dengan tarif yang lebih tinggi seperti saat ini.
"Terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21 dan 23, tidak berlaku kenaikan tarif. Sepanjang NIK valid, bukti potong bisa dibuat. Kalau tidak memberikan NIK, berarti tidak bisa dibuat bukti potong," tutur Andik.
Kewajiban untuk mencantumkan NIK dalam bukti potong dan faktur pajak merupakan bagian dari implementasi PMK 112/2022. Sesuai PMK tersebut, NIK resmi digunakan sebagai NPWP dalam seluruh layanan administrasi DJP dan pihak lain mulai 1 Januari 2024.
Meski begitu, pelaksanaan NIK sebagai NPWP diperkirakan mundur ke pertengahan 2024. Hal ini dikarenakan DJP merasa perlu untuk melakukan beragam pengujian dan habituasi bagi wajib pajak sebelum kebijakan ini bisa diimplementasikan secara penuh.
"Direncanakan DJP akan melakukan pengujian dan habituasi bagi wajib pajak sebelum akhirnya dilakukan implementasi penuh pada pertengahan 2024," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) DJP Dwi Astuti, beberapa waktu yang lalu. (rig)