Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah pusat mengingatkan pemerintah daerah untuk segera menyusun dan menyelesaikan pembahasan raperda pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (5/10/2023).
Sekjen Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengamanatkan rancangan peraturan daerah (raperda) PDRD harus disusun dan diundangkan paling lambat 5 Januari 2024.
“Batas waktu penerbitan perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah makin singkat," katanya.
Suhajar mengatakan pemerintah menargetkan penyelesaian seluruh raperda PDRD pada awal tahun depan. Kepala daerah diharapkan segera membahas dan mengesahkan raperda bersama DPRD. Setelah disetujui DPRD, raperda harus disampaikan kepada Kemendagri dan Kemenkeu untuk evaluasi.
Kemendagri berwenang menguji kesesuaian raperda dengan UU HKPD, kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi. Sementara itu, Kemenkeu berwenang menguji kesesuaian raperda dengan kebijakan fiskal nasional.
Selain mengenai raperda PDRD, ada pula ulasan terkait dengan penunjukkan pemungut PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Kemudian, ada bahasan tentang dirilisnya ketentuan multilateral instrument (MLI) yang menjadi landasan penerapan subject to tax rule (STTR).
Melalui Surat Nomor S-22/PK.5/2023, Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) mengimbau seluruh pemerintah daerah untuk segera menyampaikan raperda PDRD. Imbauan itu terbit karena perda PDRD yang disusun berdasarkan UU 28/2009 tentang PDRD hanya berlaku hingga 5 Januari 2024.
"Mengingat perda PDRD yang disusun berdasarkan UU 28/2009 berlaku paling lambat sampai dengan tanggal 5 Januari 2024, diharapkan pemda provinsi/kabupaten/kota dapat segera menyampaikan raperda mengenai PDRD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis DJPK.
Pemda yang belum mengirimkan raperda diminta untuk segera mengirimkan softcopy raperda beserta lampirannya ke DJPK melalui email [email protected] dan [email protected] dengan subjek email 'Evaluasi Perda Pajak dan/atau Retribusi provinsi/kabupaten/kota XXX'.
Untuk mempercepat proses evaluasi, softcopy yang disampaikan pemda perlu disertai softcopy matriks materi raperda PDRD menggunakan format yang tersedia pada laman https://s.id/raperdapdrd. (DDTCNews)
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), kehadiran STTR akan memberi perlindungan negara berkembang dengan memastikan perusahaan multinasional membayar pajak minimum atas beragam transaksi intragrup lintas yurisdiksi.
STTR memungkinkan negara berkembang untuk mengenakan pajak atas transaksi intragrup tertentu jika pembayaran tersebut dikenai PPh badan dengan tarif nominal di bawah 9%.
Adapun jenis-jenis transaksi yang tercakup dalam ketentuan STTR antara lain bunga; royalti; pembayaran atas hak penggunaan atau hak distribusi sehubungan dengan suatu produk atau layanan; serta premi asuransi dan reasuransi.
Kemudian, fee atas pemberian jaminan keuangan; sewa atau pembayaran lainnya untuk penggunaan atau hak penggunaan peralatan industri, komersial, atau ilmiah; serta pendapatan apapun yang diterima sebagai imbalan atas jasa.
Dengan hadirnya MLI, adopsi STTR bisa dilakukan tanpa perlu renegosiasi bilateral dengan yurisdiksi mitra persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) masing-masing. Simak ‘MLI untuk STTR Sudah Rampung, Siap Ditandatangani Negara Berkembang’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta pemda memanfaatkan berbagai teknologi digital guna memperluas basis dan meningkatkan local taxing power. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah. Terlebih, UU HKPD juga mendukung penguatan local taxing power.
"Sebetulnya ada masalah fundamental dalam local taxing power yang kita coba atasi melalui UU HKPD, yaitu bagaimana masyarakat dapat terus mengakses pelayanan dasar dan adanya kemudahan berusaha sehingga kemudian menjadi basis perpajakan daerah dan retribusi daerah," katanya.
Sri Mulyani mengatakan kemampuan pemda untuk mengumpulkan potensi PDRD baru mencapai 60%. Menurutnya, kondisi tersebut membuat modernisasi administrasi perpajakan makin mendesak untuk membantu peningkatan rasio pemungutan pajak di daerah. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hanya sekitar 40% dari total pembayaran pajak kendaraan bermotor yang dibayarkan wajib pajak secara nontunai lewat kanal yang tersedia. Pemerintah terus mendorong elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETPD).
"Ini dapat terus meningkat. PKB ini [perlu] setidaknya mencapai 50% atau Rp27 triliun [dari] saat sekarang masih 40%," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) mencatat rasio kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan sudah mencapai 79,9% sepanjang tahun berjalan ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan berbagai langkah terus dilakukan untuk mencapai target sebesar 83%.
"Kami lihat dari tingkat kepatuhan atau compliance wajib pajak, sampai dengan September ini sudah lebih kurang 79,9% dari yang seharusnya memasukkan. Dari target kepatuhan sebesar 83%, diharapkan dengan waktu yang tersisa akan bisa capai sesuai yang diharapkan,” kata Dwi. (DDTCNews)
DJP menunjuk 3 pelaku usaha sebagai pemungut PPN produk digital PMSE pada bulan lalu. Pelaku usaha yang baru ditunjuk antara lain DeepL SE, Squarespace Ireland Ltd., dan Trendstream Ltd. Dengan demikian, sudah ada 161 pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE.
"Selain 3 penunjukan yang dilakukan, di bulan ini pemerintah juga melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan atas Skype Communications SARL, Microsoft Ireland Operations Ltd., dan NCS Pearson Inc," tulis DJP dalam keterangan resminya.
Lebih lanjut, tercatat sudah ada 146 pelaku usaha PMSE yang aktif memungut dan menyetorkan PPN PMSE ke kas negara. Nilai PPN PMSE yang telah disetorkan sejak 2020 tercatat sudah mencapai Rp15,15 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)