KEBIJAKAN CUKAI

Kudus Jadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau Pertama di Indonesia

Dian Kurniati
Senin, 19 Juni 2023 | 09.43 WIB
Kudus Jadi Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau Pertama di Indonesia

Buruh melinting rokok Sigaret Kretek Tangan di salah satu pabrik rokok, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/5/2023). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/rwa.

KUDUS, DDTCNews - Kawasan industri hasil tembakau (KIHT) Kudus di Jawa Tengah telah resmi menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau (APHT) pertama di Indonesia.

Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kanwil Bea Cukai Jawa Tengah DIY Bobby Situmorang mengatakan APHT merupakan pemusatan pabrik hasil tembakau skala kecil dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu agar lebih berkembang. APHT Kudus diresmikan sebagai upaya pemerintah memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah.

"Pemusatan ini adalah fasilitas dari pemerintah kepada pabrik kecil yang sebelumnya tersebar menjadi terkonsentrasi di suatu tempat, sehingga diharapkan para pelaku usaha dapat terus berkembang dan yang sebelumnya ilegal menjadi legal," katanya, dikutip pada Senin (19/6/2023).

Bobby mengatakan pemerintah telah menerbitkan PMK 22/2023 yang mengubah nama KIHT menjadi APHT. Peresmian KIHT Kudus sebagai APHT dilakukan berdasarkan KMK Nomor 081/WBC.10/2023 pada 13 Juni 2023.

Perubahan status KIHT Kudus menjadi APHT diberikan kepada Koperasi Jasa Sigaret Langgeng Sejahtera sebagai penyelenggara APHT. APHT Kudus berlokasi di lingkungan industri kecil industri hasil tembakau (LIK-IHT) Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kudus dengan luas 20.000 meter persegi.

Bobby menyebut Kanwil Bea Cukai Jateng DIY terus menyosialisasikan ketentuan APHT guna meningkatkan daya saing dan memberikan kemudahan berusaha bagi pengusaha pabrik hasil tembakau skala IKM. Di sisi lain, dia juga meminta seluruh pemerintah daerah turut membantu pemenuhan izin berusaha yang dibutuhkan.

"Sasaran dari diterbitkannya peraturan ini adalah IKM dan UMKM. Selain meningkatkan daya saing dari produksi hasil tembakau, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengusaha dan mengurangi BKC ilegal," ujarnya.

PMK 22/2023 mengubah nama kawasan KIHT menjadi APHT. APHT merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. APHT dibentuk untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.

Pengusaha yang menjalankan kegiatan di tempat diselenggarakannya APHT bakal diberikan berbagai kemudahan mencakup perizinan di bidang cukai, produksi barang kena cukai (BKC), serta pembayaran cukai.

Soal perizinan di bidang cukai, kemudahan yang diberikan berupa pengecualian dari ketentuan memiliki luas lokasi, bangunan, atau tempat usaha, yang akan digunakan sebagai pabrik hasil tembakau, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

Salah satu pertimbangan perubahan KIHT menjadi APHT di antaranya beberapa daerah yang tertarik mendirikan KIHT, tetapi kesulitan memenuhi ketentuan dan persyaratan seperti luas lahan 5 hektare. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.